Merasa Lelah Berlebihan Karena Sering Konferensi Video? Waspada Zoom Fatigue

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Burnout adalah reaksi terhadap stres kerja yang berkepanjangan dan menyebabkan kelelahan, sinisme, kurang fokus, dan menurunnya kemampuan profesional. (Pexels/energepic.com)

Burnout adalah reaksi terhadap stres kerja yang berkepanjangan dan menyebabkan kelelahan, sinisme, kurang fokus, dan menurunnya kemampuan profesional. (Pexels/energepic.com)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Hidup beriringan dengan pandemi Covid-19 dapat dilihat dari banyaknya peralihan berbagai aktivitas luar menjadi online, dimana menjadi aktivitas normal yang baru, namun dapat berdampak merasa kewalahan, dan lelah.

Studi pengalaman mengambil contoh dari seorang direktur perusahaan LQ Pacific Partners Hongkong, Stephani Ko yang mengalami rasa lelah berlebihan, insomnia, dan kegelisahan karena terlalu banyak melakukan panggilan Zoom. Melansir laman scmp Stephanie Ko mendapati dirinya harus menjalani karantina dua minggu di Shanghai, China.

Akhirnya ia menjadwalkan lebih banyak total konferensi video selama pandemi Covid-19 Stephanie yang memiliki tuntutan pekerjaan melakukan banyak perjalanan atas kepentingan pekerjaan, tidak menyukai gagasan 14 hari dalam isolasi mandiri.

“Dua minggu itu sangat sepi, dan sebagai solusinya. Saya telah memiliki jadwal sekitar enam hingga delapan panggilan video dalam sehari,” ungkapnya.

Terdapat hari-hari dimana Stephanie akan bangun jam 4 pagi untuk bersiap-siap rapat pada jam 6 pagi dan setelah itu tidak berhenti menerima telepon sampai setelah jam 7 malam. Hal tersebut kemudian berdampak pada kesehatannya, termasuk memengaruhi kualitas tidurnya.

Aplikasi hangouts meet, ruang rapat virtual buatan Google. recode.net

Stephanie mengakui, "Saya biasanya tertidur dalam beberapa menit, tetapi saya akan merasa gelisah kemudian dan menderita insomnia yang bertahan selama berjam-jam,” jelasnya.

Konferensi video memungkinkan setiap individu untuk tetap bekerja, belajar, dan bersosialisasi selama pandemi. Video-conferencing telah menjadi norma wajib bagi seluruh elemen di dunia. Tetapi disampaikan oleh peneliti bahwa menatap layar yang penuh dengan kepala dengan durasi waktu lama dalam sehari dapat merusak mental dan fisik. Bahkan ada nama untuk apa yang dialami Stephanie sebelumnya, yaitu Zoom fatigue (Kelelahan karna Zoom).

Seorang direktur pendiri Virtual Human Interaction Lab di Universitas Stanford California, Profesor Jeremy Bailenson telah mengamati efek teknologi pada perilaku manusia selama lebih dari satu dekade terakhir. Dalam penelitiannya bersama peneliti lain telah menganalisis Zoom fatigue, yang disebabkan oleh segala jenis konferensi video dan dampaknya pada kesehatan mental dan fisik.

Pada hasil studi mereka yang diterbitkan pada bulan September di jurnal Computers in Human Behavior Reports menggambarkan kondisi tersebut sebagai keadaan perasaan kewalahan, terkuras dan habis. Pendiri Lifespan Counseling di Hong Kong, Dr Michael Eason mengungkapkan, "Salah satu keluhan paling umum di antara klien saya adalah tidak ada lagi batasan yang jelas antara kehidupan kerja dan kehidupan rumah," jelasnya.

Selanjutnya, para peneliti menemukan bahwa ada faktor-faktor yang berkaitan dengan konferensi video yang akhirnya menyebabkan kelelahan ini salah satunya intens menerima isyarat non verbal yang memiliki arti khusus karena kondisi yang berbeda antara tatap muka dan di zoom. “Dalam interaksi tatap muka, komunikasi non-verbal mengalir secara alami dan kita jarang menyadarinya, tetapi tidak demikian halnya ketika kita online untuk panggilan video.

Pengguna terus-menerus menerima isyarat non-verbal yang akan memiliki arti khusus dalam konteks tatap muka tetapi memiliki arti yang berbeda di Zoom," imbuhnya.

Untuk mengambil contoh pada panggilan Zoom, orang cenderung melakukan kontak mata untuk waktu yang lebih lama daripada dalam situasi tatap muka. Panggilan konferensi video sering kali dapat membuat peserta merasa seolah-olah mereka didorong ke dalam lingkungan yang penuh sesak, bahkan terjebak secara fisik.

Peserta tampak langsung menatap mata, baik sedang berbicara atau tidak. Selain isyarat non verbal, panggilan video yang terlalu lama juga membawa kelelahan mental dan visual yang lebih besar, dimana menjadi suatu kondisi yang sangat sulit bagi para introvert. Hal tersebut disampaikan oleh seorang rekan penulis studi, Anna Queiroz. “Tingkat kelelahan Zoom lebih rendah karena peserta melaporkan tingkat ekstroversi dan stabilitas emosional yang lebih tinggi,".

Selanjutnya, beberapa ahli kesehatan mental telah mengamati bahwa ruang kecil dapat menjadi pemicu untuk memperburuk kondisi. Faktor tersebut didukung oleh pernyataan seorang psikoterapis dan konselor di OT&P Healthcare dan Rethink The Couch di Hong Kong, Allison Heiliczer terkait kliennya.

"Karena ruang tinggal yang kecil di Hong Kong, ditambah dengan homeschooling, dan perlu beralih dari satu panggilan konferensi video ke panggilan berikutnya, pasti ada kelelahan Zoom yang saya perhatikan dengan klien," kata Allison.

Ketika keluhan kelelahan Zoom muncul, berarti penting untuk menilai tingkat keparahan situasi seperti tingkat pengaruhnya terhadap fungsi sehari-hari, gangguan yang dialami seperti depresi klinis, serangan panik, dan atau pengaruhnya akan hubungan dengan teman dan anggota keluarga.

Eason menjelaskan banyak kliennya yang tidak memiliki garis pembatas lagi antara pekerjaan dan waktu istirahat, yang menyebabkan klien terpaksa harus selalu siap 24/7. "Harapan yang tidak realistis dan tidak terkendali seperti itu mampu menyebabkan kelelahan fisik dan emosional tingkat tinggi yang dapat mengakibatkan kelelahan total,” pungkas Eason.

Baca: Merasakan Lelah Tanpa Sebab? Cek Kondisi 4 Hormon dalam Tubuh

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."