Pahami 7 Mitos Soal Vaksin Covid-19

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada pengunjung kafe di kawasan Jalan Langkai, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sabtu 26 Juni 2021 malam. Pemerintah Kota Palangkaraya melakukan sistem 'jemput bola' vaksinasi dari kafe ke kafe bagi masyarakat berusia di atas 18 tahun guna mempercepat target vaksinasi serta memutus rantai penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Makna Zaezar

Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada pengunjung kafe di kawasan Jalan Langkai, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sabtu 26 Juni 2021 malam. Pemerintah Kota Palangkaraya melakukan sistem 'jemput bola' vaksinasi dari kafe ke kafe bagi masyarakat berusia di atas 18 tahun guna mempercepat target vaksinasi serta memutus rantai penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Makna Zaezar

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Vaksinasi Covid-19 bertujuan untuk menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) agar masyarakat menjadi lebih produktif dalam menjalankan aktivitas kesehariannya.  Tetapi, informasi yang salah serta kebohongan tentang vaksin Covid-19 yang sudah terlanjur menyebar membuat banyak orang enggan dan ragu untuk mendapatkan vaksin Covid-19.

Beberapa ahli mencoba untuk meluruskan beberapa mitos yang paling umum beredar saat ini, dikutip dari Healthline, Selasa 29 Juni 2021.

1. Mitos: Vaksin tidak berfungsi

Faktanya, banyak bukti yang menunjukkan bahwa vaksin telah mengurangi orang terinfeksi covid-19 di Amerika Serikat dan di seluruh dunia.

“Melalui vaksinasi, cacar telah diberantas di seluruh dunia. Melalui vaksinasi, polio telah dieliminasi dari belahan bumi barat, Eropa, dan Oseania, dengan hanya beberapa kantong yang tersisa di beberapa negara. Dan melalui vaksinasi massal, tingkat Covid-19 telah menurun secara dramatis pada kuartal kedua tahun 2021,” ujar Robert Amler, dekan Fakultas Ilmu dan Praktik Kesehatan New York Medical College dan mantan kepala petugas medis CDC.  

2. Mitos: Vaksin Covid-19 membuat Anda magnetis

Faktanya, apapun tentang ini, jelas tidak benar. “Saya telah divaksinasi dan saya dapat meyakinkan Anda bahwa saya tidak magnetis,” kata William Schaffner, profesor kedokteran pencegahan dan penyakit menular di Vanderbilt University Medical Center di Nashville, mengatakan kepada Healthline.  

3. Mitos: Vaksin Covid-19 menyebabkan varian Covid-19

Faktanya, virus Covid-19 itu sendiri yang memproduksi variannya, bukan vaksinnya.   Schaffner menjelaskan bahwa virus pada manusia berkembang biak dan menciptakan virus baru yang menghasilkan variasi genetik. Ketika ini terjadi, sebagian besar variasi tidak berbahaya tanpa efek, katanya.

“Tetapi pada kesempatan langka, Anda bisa mendapatkan satu mutasi atau serangkaian mutasi yang terjadi secara kebetulan yang akan menciptakan varian yang akan terus bereproduksi,” katanya.

4. Mitos: Vaksin Covid-19 membuat Anda tidak subur

Faktanya, dalam hal vaksin Covid-19 vaksin tidak mendekati DNA dalam sel Anda, sehingga tidak akan membuat Anda mengalami risiko tidak subur atau infertilitas.   Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat (CDC), vaksin mRNA mengajarkan sel-sel kita cara membuat protein atau bahkan hanya sepotong protein yang memicu respons imun di dalam tubuh kita.  

5. Mitos: Vaksin menyebabkan autism

Faktanya, informasi ini terbukti tidak benar. Pada tahun 1998, dokter Inggris Andrew Wakefield melakukan penelitian yang mengklaim adanya hubungan antara autisme dan vaksin campak, gondok, dan rubella (MMR). Sementara penelitian itu diterbitkan di jurnal Lancet yang bereputasi baik, penelitian itu kemudian ditarik kembali dan ditemukan tidak etis dan tidak faktual. Wakefield juga kehilangan lisensinya di Inggris.

6. Mitos: Vaksin Covid-19 mengubah DNA

Faktanya, mRNA tidak mendekati inti sel di mana DNA Anda berada. “Itu tidak berinteraksi dengan DNA sama sekali. Itu hanya memberikan pesan ke alat pengembang protein di sel kita. Jadi, ia mengirimkan pesannya dan kemudian hancur, ” ujar chaffner.  

7. Mitos: Vaksin Covid-19 akan menyebabkan komplikasi jangka panjang

Faktanya, menurut Schaffner, dari daftar panjang vaksin yang telah digunakan selama beberapa dekade, tidak ada yang terbukti menciptakan efek jangka panjang.

“Ini merupakan kejutan besar bagi kebanyakan orang, tetapi efek samping yang terkait dengan sebagian besar vaksin menjadi jelas dalam 2 hingga 3 bulan setelah pemberian vaksin. Kami melampaui itu sekarang dengan vaksin Covid-19, dan telah memberikan jutaan dosis, jadi kami tahu apa profil efek sampingnya,” ungkapnya.


Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."