Risiko Kematian Ibu dan Anak Akibat Preeklamsia Bisa Ditekan dengan Cara Ini

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi ibu hamil berdiri di antara pepohonan. unsplash.com/Ryan Franco

Ilustrasi ibu hamil berdiri di antara pepohonan. unsplash.com/Ryan Franco

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Dokter Himpunan Kedokteran Fetomaternal Surabaya, Nareswari Imanadha Cininta Marcianora, mengemukakan risiko kematian ibu dan anak akibat faktor preeklamsia (kondisi hipertensi yang terjadi pada saat kehamilan) dapat ditekan melalui pemeriksaan dini kondisi kandungan. "Hingga saat ini belum ditemukan terapi ataupun obat untuk preeklamsia," katanya dalam agenda Media Briefing virtual dari Himpunan Kedokteran Fetomaternal Surabaya mengenai Hari Preeklamsia (22 Mei 2021), Jumat 21 Mei 2021.

Melansir data International Society for the Study of Hypertention in Pregnancy dan Pre-eclampsia Foundation, setiap tahunnya 76 ribu ibu dan 500 ribu bayi meninggal dunia karena preeklamsia di masa kehamilan.

Menurut Nareswari, preeklamsia dapat diteliti melalui gejala seperti riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil, riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, menderita diabetes, gangguan ginjal, atau autoimun seperti lupus dan antifosfolipid, obesitas, hamil pertama kali, hamil kembar dua atau lebih, jarak kehamilan terakhir kurang dari lima tahun, berusia di atas 40 tahun dan riwayat keluarga menderita preeklamsia. "Ibu hamil yang mengalami gejala tersebut baiknya segera melakukan skrining risiko melalui tenaga kesehatan tempat biasa melakukan pemeriksaan kehamilan," katanya.

Kalaupun gejala-gejala tersebut tidak dirasakan, maka sebagai upaya pencegahan, ibu hamil tetap harus rutin mengecek tekanan darah secara rutin agar potensi hipertensi bisa dideteksi sejak dini. "Kemudian jika ibu hamil mengeluhkan pusing, pandangan kabur, juga ngeri ulu hati dan sesak, maka kemungkinan besar kehamilannya mengalami preeklamsia berat yang penanganannya harus dilakukan persalinan," ujarnya.

Jika usia kehamilan masih dini, maka preeklamsia juga akan memicu pramaturitas yang merupakan faktor utama tingginya angka kematian bayi. Selain melakukan pemeriksaan rutin guna mendeteksi dini gejala dan faktor risiko yang ada, maka tak kalah penting ialah pemahaman dan pengetahuan memadai oleh ibu hamil juga pasangan subur yang tengah mempersiapkan kehamilan. "Dengan memahami potensi bahaya yang dapat terjadi pada setiap kehamilan, kita bersama dapat meningkatkan kewaspadaan dan berjuang bersama untuk menurunkan angka kematian Ibu di Indonesia,” kata Ketua Himpunan Kedokteran Fetomaternal Surabaya Agus Sulistyono.

preeklamsia merupakan kondisi hipertensi yang terjadi pada saat kehamilan. preeklamsia sendiri merupakan kondisi sebelum terjadinya eklampsia yang merupakan komplikasi menakutkan dari preeklamsia. Meskipun penyebab pasti belum dapat dijelaskan, kata Agus, namun preeklamsia sering dihubungkan dengan adanya permasalahan plasenta. Oleh karena itu, preeklamsia terjadi pada paruh akhir kehamilan di atas 20 pekan atau setelah plasenta terbentuk di dalam rahim hingga enam pekan setelah melahirkan.

Baca: Dokter: Ibu Hamil Rutin Konsumsi Aspirin Bisa Bantu Cegah Preeklampsia

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."