Trik Cegah Kecanduan Internet selama Kerja Online, Menurut Ahli Kesehatan Jiwa

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi wanita bekerja dari rumah. Freepik.com/Jcomp

Ilustrasi wanita bekerja dari rumah. Freepik.com/Jcomp

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Masa pandemi Covid-19 turut mempengaruhi cara kerja sejumlah orang. Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka, kini banyak dilakukan secara online seperti rapat, presentasi, hingga absen kehadiran. Selain itu, banyak di antara kita yang beralih bekerja di dunia digital. Contohnya menjadi konten kreator di berbagai platform media sosial atau berbisnis makanan secara online atau daring. Hal itu jelas berdampak pada meningkatnya durasi penggunaan internet dari sebelumnya. Lalu, muncul kekhawatiran ‘apakah nanti saya bisa kecanduan internet, sementara itu adalah pekerjaan demi memperoleh penghasilan'.

Mari kita diskusi bersama pakarnya, jika kamu sedang merasakan hal di atas. Menurut dokter spesialis kesehatan jiwa Jiemi Ardian, lamanya durasi orang dewasa mengakses internet untuk pekerjaan tidak selalu berujung pada kecanduan internet.

“Kita gak perlu takut durasi yang panjang jika untuk pekerjaan. Itu adalah hal yang berbeda dengan durasi panjang bukan untuk pekerjaan. Lebih kepada apa motivasi kita berinternet, biasanya itu akan menentukan bagaimana kita menggunakannya,” katanya saat dihubungi Cantika via telepon, Kamis, 15 April 2021.

Baca juga: Batasi Tonton Berita dan Baca Medsos untuk Tangkal Psikosomatik

“Kalau orang dengan kecanduan internet, bukan karena mau kerja di sana, mereka memang melakukan sesuatu untuk mengurangi intensitas perasaan lewat penggunaan internet,” tuturnya.

Lebih lanjut ia memaparkan, untuk orang dewasa tidak ada batasan waktu paparan gawai alias screen time seperti anak-anak.

“Ada beberapa peneliti yang menyarankan maksimal 4 jam, ada yang bilang 6 jam. Tapi kemudian disanggah oleh peneliti lainnya tidak bisa dijadikan kriteria waktu. Terutama menjadi sulit karena ada yang bekerja di sana, bukan sekadar melarikan diri saja. Jadi perlu melihat kategorinya dari sisi kualitatif, bukan kuantitatif,” tukas dokter yang praktik di Siloam Hospitals Bogor.

Meski tak ada pakem durasi penggunaan internet bagi orang dewasa, dokter Jiemi mengingatkan harus mencari hiburan selain di internet bagi yang bekerja secara online. Tak hanya demi kesehatan mental, juga baik untuk kesehatan mata dan tubuh tetap bergerak aktif.

Lalu, apa saran lain dokter Jiemi agar orang-orang yang kerja online tidak alami kecanduan internet?

“Cara yang mungkin bisa dilakukan adalah ketika tidak sedang menggunakan internet, kita perlu dengan sengaja membawa perhatiannya ke realita saat ini. Dengan sengaja, ya, itu kuncinya, dengan sukarela membawa perhatian Anda masa ini," imbaunya.

"Misalnya dengan sengaja saya berinteraksi dengan rekan di luar interaksi online. Atau berinteraksi langsung dengan hewan peliharaan,” lanjutnya.

Jadi, disarankan untuk benar-benar memfokuskan perhatian dan pikiran ke kegiatan saat itu di luar internet. Ia juga mengingatkan pentingnya interaksi sosial secara langsung yang tak bisa tergantikan dengan interaksi di dunia maya. Bahkan ia menyebut itu sebagai waktu investasi untuk menciptakan perasaan baik dari dalam diri.

“Interaksi sosial tidak bisa digantikan dengan interaksi media sosial atau jumpa di ragam aplikasi video. Jadi di luar itu, kita juga harus dengan sengaja mencari interaksi. Kadang ada yang berpikir, ‘ngapain sih kita udah capek kerja, ngobrol-ngobrol gitu doang itu wasting time. Padahal enggak, momen itu namanya investing time. Kita investasi untuk perasaan kita yang relatif baik,” jelasnya.

Jadi, jangan lupakan dua rumus di atas untuk cegah kecanduan internet bagi kalian yang kerja online. Termasuk kartini-kartini yang berkarya di dunia online. Semangat kartini kala pandemi tetap harus memperhatikan kesehatan mental di tengah kesibukan online.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."