Mengulik Asal Mula Baju Turtleneck, Seragam Atlet Polo hingga Gerakan Perempuan

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Najwa Shihab mengenakan turtleneck Uniqlo (Instagram/@uniqloindonesia)

Najwa Shihab mengenakan turtleneck Uniqlo (Instagram/@uniqloindonesia)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Ada kisah histori panjang dan radikal terkait tokoh perempuan dunia di balik desain turtleneck atau atasan dengan bentuk leher tinggi. Awalnya, baju turtleneck menjadi seragam bertanding para atlet olahraga polo pada 1860, yang menjadi favorit para kelas pekerja di abad ke-19 pada budaya Barat.

Tak hanya itu, terselip pula makna sebuah gerakan yang berfokus pada perempuan lewat karakter fiksi Gibson Girl dalam bentuk ilustrasi wajah perempuan mengenakan high-neckline. Gibson Girl adalah ikon perempuan ideal yang atraktif, aktif, dan mandiri.

Kemudian terjadi pergeseran dinamis dari yang sebelumnya merupakan seragam kerja para lelaki, menjadi pakaian para sensual bombshell yaitu Jayne Mansfield dan Marylin Monroe.

I am different,” itulah ungkapan dalam skenario film Funny Face tahun 1957 yang diucapkan pemeran utamanya, Audrey Hepburn, saat menjelaskan alasannya mengenakan busana bentuk turtleneck.

Tampilan serba hitam itu bahkan dijadikan poster film. Film yang menghubungkan Kota New York dan Paris, mengangkat figur perempuan yang memiliki misi akademis, di balik keputusannya untuk menerima tawaran berkarir model yang membawanya ke kota berjulukan City of Light.

Jackie O juga turut berperan mempopulerkan turtleneck. Lima tahun berselang usai kepergian suami John F. Kennedy yang tertembak di tengah kampanye politik di siang hari, Jacqueline Lee Bouvier Kennedy alias Jackie O menikah lagi. Demi kedua anaknya, ia meninggalkan bayang-bayang kehidupan sebagai Ibu Negara di Gedung Putih yang ia namakan Camelot.

Saat kembali tampik, ia bersepeda mengelilingi Central Park. Gaya busananya saat itu mengenakan turtleneck yang menjadi fashion statement.

Seperti berekspedisi menggunakan mesin waktu, serupa dengan mendiang Steve Jobs yang dikenal dengan gaya simpel berbusana turtleneck, para aktivis perempuan di era 70-an juga mengenakan turtleneck saat sedang bertugas. Turtleneck menjadi kegemaran dari para profesional yang menembus budaya dan preferensi personal.

Pada salah satu orasi di awal tahun 2020, politikus berusia 30 tahun Alexandria Ocasio-Cortez mengenakan turtleneck saat menyampaikan hal yang menjadi perhatiannya yaitu corona di distrik yang diwakilinya yaitu The Bronx dan Queens di Amerika Serikat.

Begitu juga profesional lainnya seperti the queen of minimalism Jil Sander dan Phoebe Philo yang berhasil merombak tampilan wirausaha muda perempuan. Jil dan Phoebe menjadikan turtleneck sebagai workwear item hingga di acara resmi seperti konferensi pers dan saat menutup peragaan busana.

Turtleneck mampu menghadirkan kesan sopan dari sang pemakai juga memberi sinyal prestasi si pemakainya lewat konteks kesederhanaan yang merupakan semangat dari turtleneck itu sendiri.

Perempuan memiliki andil besar dalam evolusi turtleneck hingga hari ini. Uniqlo merayakan moment of truth milik turtleneck melalui kampanye #WomanInProgress yang berkolaborasi dengan Narasi bersama empat perempuan Inspiratif yaitu Najwa Shihab, Cinta Laura, Mira Lesmana, dan Adinia Wirasti, yang mengenakan UNIQLO HEATTECH Fleece Turtleneck.

Opsi basic milik Uniqlo dijadikan must-have item terbaru karena pesona classic, sleek, dan versatile, yang menyuntikkan rasa percaya diri.

Kampanye "Di mata perempuan" menyatukan para perempuan inspiratif ini untuk merayakan kepiawaian turtleneck sebagai simbol dari perempuan kuat, percaya diri, bergairah, berani, dan nyaman dengan dirinya sendiri. 

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."