Studi: Memasak dengan Minyak Kelapa Sawit Bisa Picu Masalah Jantung dan Kanker

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi Minyak Goreng. bimcbali.com

Ilustrasi Minyak Goreng. bimcbali.com

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaMinyak kelapa sawit merupakan minyak yang diolah dari daging buah kelapa sawit. Sumber utama minyak dari kelapa sawit spesies Elaeis guineensis, yang berasal dari daratan Afrika bagian barat dan barat daya. Kelapa sawit kemudian juga merambah Asia Tenggara, termasuk Indonesia yang menjadi salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia.  

Minyak kelapa sawit merupakan minyak yang cukup murah dibandingkan minyak lain. Tak heran, minyak ini populer digunakan untuk memasak dan ditambahkan ke produk siap makan maupun makanan olahan seperti selai kacang, sereal, dan margarin.

Bagaimana dengan kandungan gizinya? Dalam satu sendok makan minyak kelapa sawit mengandung: 
- Kalori: 114
- Lemak: 14 gram
- Lemak jenuh: 7 gram
- Lemak tak jenuh tunggal: 5 gram
- Lemak tak jenuh ganda: 1,5 gram
- Vitamin E: 11% dari angka kecukupan gizi harian

Semua kalori minyak kelapa sawit berasal dari lemak. Lemak tersebut tersusun atas 50 persen asam lemak jenuh, 40 persen lemak tak jenuh tunggal, dan 10% asam lemak tak jenuh ganda. Jenis asam lemak jenuh dalam minyak kelapa sawit adalah asam palmitat, asam oleat, serta sedikit asam linoleat dan asam stearat.

Namun penggunaan minyak kelapa sawit juga dikaitkan dengan risiko kesehatan, termasuk masalah jantung dan kanker. 

Kontroversi Minyak Kelapa Sawit untuk Kesehatan

1. Risiko masalah jantung

Riset terkait efek minyak kelapa sawit terhadap kesehatan jantung cenderung bercampur. Beberapa studi menemukan minyak ini dapat melindungi jantung, namun studi-studi lain melaporkan temuan sebaliknya. 

Misalnya, sebuah riset yang mengkaji 51 studi menemukan bahwa kolesterol total dan kolesterol jahat atau LDL mengalami penurunan pada orang yang mengikuti pola diet dengan minyak kelapa sawit – dibandingkan dengan orang yang mengonsumsi lemak trans dan asam laurat.

Beberapa riset lain juga menemukan hal serupa bahwa minyak kelapa sawit berpotensi untuk menurunkan kolesterol jahat atau LDL dan kolesterol total. Namun sebaliknya, beberapa studi mendapatkan temuan yang berlawanan. Misalnya, sebuah riset yang dimuat dalam The American Journal of Clinical Nutrition, ditemukan bahwa kadar LDL atau kolesterol jahat meningkat setelah mengonsumsi minyak kelapa sawit. 

Karena temuan yang berlawanan di atas, kita disarankan agar mengonsumsi minyak kelapa sawit secara wajar dan tak berlebihan. Hindari pula pemakaian berulang minyak kelapa sawit yang telah dipanaskan.

Sebuah riset menemukan bahwa pemakaian berulang dapat menurunkan efek antioksidan dan memicu penyakit jantung akibat penimbunan plak di pembuluh darah.

2. Risiko kanker

Kontroversi minyak kelapa sawit lainnya yakni dikaitkan dengan risiko kanker. Menurut European Food Safety Authority (EFSA), minyak kelapa sawit dapat menyebabkan kanker saat diproses pada suhu tinggi. Pengolahan minyak sawit dapat membentuk senyawa yang disebut glycidyl fatty acid esters (GEs). Saat dicerna tubuh, GE dapat pecah dan melepaskan senyawa lain yang disebut glycidol.

Dalam studi pada hewan, glycidol memiliki efek karsinogenik dan berisiko memicu kanker pada manusia. Studi lanjutan diperlukan untuk menguatkan temuan ini. Bagaimanapun, bijak dalam mengonsumsi minyak kelapa sawit tetap perlu dipertimbangkan.

Namun, selain risiko kesehatan di atas, minyak kelapa sawit juga dikaitkan dengan pemeliharaan kesehatan otak. Pasalnya, minyak kelapa sawit merupakan sumber tocotrienol, bentuk vitamin E yang memiliki efek antioksidan untuk kesehatan otak. 

Tocotrienol dalam kelapa sawit berpotensi untuk melindungi jenis asam lemak tak jenuh ganda di dalam otak. Bentuk vitamin E ini juga berpotensi untuk memperlambat perkembangan demensia, menurunkan risiko stroke, dan mencegah pertumbuhan lesi otak.

SEHATQ

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."