RUU PKS Dicabut dari Prolegnas 2020, Hannah Al Rashid Kecewa

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Hannah Al Rashid saat menghadiri pemutaran perdana film Ratu Ilmu Hitam. Instagram/@hannahalrashid

Hannah Al Rashid saat menghadiri pemutaran perdana film Ratu Ilmu Hitam. Instagram/@hannahalrashid

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Sehubungan dengan dicabutnya Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau RUU PKS dari Program Legislasi Nasional atau Prolegnas prioritas 2020 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), aktris Hannah Al Rashid ungkap kemarahannya lewat Instagram atau Twitter.

Aktris 34 tahun itu mempertanyakan tentang bagian sulit di RUU PKS yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang.

“Yang sulit itu hidup dengan rasa tidak aman every time we walk down a street. Yang sulit itu living with the trauma of being a victim of sexual violence. Yang sulit itu trying to understand why people in power don’t care about keeping us save!” tulis Hannah di Twitter pada Selasa, 30 Juni 2020.

Unggahan itu lalu di-screenshot dan dibagikan di Instagram. Pemain film Aruna dan Lidahnya itu menuliskan kemarahan dan kekecewaannya terhadap keputusan tersebut di keterangan foto.

“Antara heartbreaking (patah hati), marah, kecewa, sedih... mostly mad si. This is madness! Kita perlu kasih tau ke DPR yang sulit itu apa sebenarnya. ‘Yang sulit itu....’ lanjutkan di comments ya!”  tulis Hannah, mengajak pengikutnya ikut berkomentar.

RUU PKS dianggap penting untuk mencegah dan menghentikan terjadinya kekerasan seksual, termasuk pelacuran secara paksa, penyiksaan seksual di dalam rumah tangga, di tempat kerja, dan di ruang publik.

Baca juga: Hannah Al Rashid: Berani Bicara, Modal Lawan Kekerasan Seksual

Hannah memang dikenal aktif sebagai pejuang kesetaraan hak perempuan. Ia juga dipercaya sebagai duta PBB lewat SDGs untuk kesetaraan gender di Indonesia.

Hannah pernah mengalami trauma akibat pelecehan seksual dialaminya beberapa tahun lalu. Awalnya, ia sempat ragu menyampaikan pengalaman buruk itu ke publik, tapi ia berpikir bahwa sikap terbuka tentang pelecehan itu sangat penting.

Terlebih, ia menilai masyarakat Indonesia umumnya masih sering menyalahkan korban perempuan. Saat ia menceritakan pelecehan yang dialami, orang justru mempertanyakan alasannya jalan sendirian malam-malam atau busana yang ia pakai. 

MILA NOVITA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."