Ahli Ungkap Kaitan Berjemur, Vitamin D, dan Akibat Fatal Covid-19

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi vitamin dan suplemen. TEMPO/Subekti

Ilustrasi vitamin dan suplemen. TEMPO/Subekti

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Setelah mempelajari data global dari pandemi virus corona baru atau Covid-19, para peneliti menemukan korelasi kuat antara kekurangan vitamin D yang parah dan tingkat kematian.

Dalam penelitian yang dipimpin Universitas Northwestern, Amerika Serikat, itu, tim peneliti menganalisis statistik data dari rumah sakit di Cina, Prancis, Jerman, Italia, Iran, Korea Selatan, Spanyol, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat.

Mereka mencatat bahwa pasien dari negara-negara dengan angka kematian tinggi akibat Covid-19, seperti Italia, Spanyol, dan Inggris, memiliki tingkat vitamin D lebih rendah dibandingkan dengan pasien di negara-negara yang tidak terkena dampak parah.

"Kekurangan vitamin D mungkin berperan langsung dalam kematian, tapi bukan berarti kita harus memborong suplemen vitamin D," kata pemimpin penelitian, Vadim Backman dari Northwestern. Adapun penelitian tersebut telah diterbitkan dalam medRxiv. Backman dan timnya tertarik memeriksa kadar vitamin D pasien setelah mengetahui perbedaan tingkat kematian akibat Covid-19 yang tidak dapat dijelaskan dari satu negara ke negara lainnya.

Beberapa orang berhipotesis bahwa perbedaan dalam kualitas layanan kesehatan, distribusi usia dalam populasi, tingkat pengujian, atau jenis virus corona berbeda mungkin yang menjadi penyebabnya. Namun Backman tetap skeptis. "Tidak satu pun dari faktor-faktor ini yang tampaknya memainkan peran penting," kata Backman. "Sistem perawatan kesehatan di Italia utara adalah salah satu yang terbaik di dunia. Sebaliknya, kami melihat korelasi yang signifikan dalam hal kekurangan vitamin D."

Dengan menganalisis data pasien dari seluruh dunia, Backman dan timnya menemukan korelasi yang kuat antara kadar vitamin D dan badai sitokin—kondisi hiperinflamasi yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif—serta korelasi antara kekurangan vitamin D dan mortalitas.

"Badai sitokin sangat merusak paru-paru serta menyebabkan sindrom gangguan pernapasan akut dan kematian pada pasien," kata Ali Daneshkhah, rekan penelitian pasca-doktoral di laboratorium Backman, yang juga penulis pertama makalah ini.

Inilah yang tampaknya membunuh sebagian besar pasien Covid-19, bukan penghancuran paru-paru oleh virus itu sendiri. "Ini adalah komplikasi dari api yang salah arah dari sistem kekebalan tubuh," ucap Daneshkhah.

Di sinilah Backman percaya vitamin D memainkan peran penting. Vitamin D tak hanya meningkatkan sistem kekebalan tubuh, tapi juga mencegah sistem kekebalan tubuh menjadi terlalu aktif. Ini berarti memiliki kadar vitamin D yang sehat dapat melindungi pasien dari komplikasi parah, termasuk kematian, akibat Covid-19. "Itu tidak akan mencegah pasien tertular virus, tapi dapat mengurangi komplikasi dan mencegah kematian pada mereka yang terinfeksi," ucapnya.

Backman mengatakan korelasi ini mungkin membantu menjelaskan banyak misteri di sekitar Covid-19, seperti mengapa anak-anak memiliki lebih kecil kemungkinan meninggal. Anak-anak belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang dikembangkan sepenuhnya, yang merupakan garis pertahanan kedua sistem kekebalan tubuh dan cenderung bereaksi berlebihan. "Anak-anak mengandalkan sistem kekebalan tubuh bawaan mereka," kata Backman. "Hal ini mungkin menjelaskan mengapa tingkat kematian mereka lebih rendah."

Backman mengatakan orang tak boleh mengkonsumsi vitamin D dalam dosis berlebihan, yang mungkin memiliki efek samping negatif. Perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui berapa kadar vitamin D yang paling efektif untuk melindungi diri dari komplikasi Covid-19. "Sulit untuk mengatakan berapa dosis yang paling tepat untuk Covid-19," kata Backman. "Namun jelas berbahaya jika sampai kekurangan vitamin D."

Yang paling mudah dan murah, kita bisa mendapatkan vitamin D dengan rajin terpapar sinar matahari pagi, mulai dari fajar menyingsing sampai pukul 10.00. Tubuh memproduksi vitamin D dari kolesterol saat kulit terpapar sinar matahari. Vitamin D juga ditemukan dalam makanan, seperti ikan, daging, telur, dan produk susu yang diperkaya, meski sangat sulit untuk mendapatkan vitamin D yang cukup dari makanan saja.

Berikut ini gejala umum akibat kekurangan vitamin D:
- Otot melemah
- Masalah pernapasan
- Keringat di kepala
- Tekanan darah tinggi 150/100 
- Sakit ginjal kronis
- Nyeri pada tulang
- Tidak subur
- Radang kulit

SCIENCEDAILY | HEALTHLINE | UNIVERSITAS NORTHWESTERN | DREAMSTIME

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."