WHO Siapkan 8 Vaksin Potensial untuk Melawan Covid-19

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi vaksin COVID-19 atau virus corona. REUTERS/Dado Ruvic

Ilustrasi vaksin COVID-19 atau virus corona. REUTERS/Dado Ruvic

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyebutkan ada tujuh atau delapan kandidat teratas vaksin untuk melawan virus corona. Upaya pengembangan vaksin virus corona atau Covid-19 itu tengah dipercepat.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam rapat virtual dengan Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengatakan, sekitar dua bulan lalu, dalam pemikiran awal mungkin setidaknya diperlukan 12 hingga 18 bulan untuk mendapatkan vaksin. Namun upaya tersebut dipercepat dengan bantuan dana mencapai USD 8 miliar atau sekitar Rp 118 triliun.

Dana tersebut dijanjikan oleh pemimpin dari 40 negara, organisasi, dan bank untuk penelitian, pengobatan, serta pengujian. "Kami memiliki kandidat yang baik sekarang," ujar Tedros. "Kandidat yang teratas ada tujuh atau delapan. Namun kami memiliki lebih dari seratus kandidat." Tedros tidak merinci ataupun mengidentifikasi kandidat teratas vaksin tersebut.

Menurut dia, dana USD 18 miliar tidak akan cukup. Dana tambahan akan dibutuhkan untuk mempercepat pengembangan vaksin. Meski begitu, hal terpenting adalah dana itu digunakan untuk mendapatkan vaksin dan memastikan vaksin tersebut menjangkau semua orang.

Sejak Januari 2020, WHO bekerja sama dengan ribuan peneliti di seluruh dunia. Mereka berupaya mempercepat dan melacak pengembangan vaksin, dari pengembangan model hewan hingga desain uji klinis. Tedros mengatakan ada konsorsium lebih dari 400 ilmuwan yang terlibat dalam pengembangan dan diagnosis vaksin.

Ilustrasi vaksin COVID-19 atau virus corona. REUTERS/Dado Ruvic

Dalam pengembangan vaksin, seperti dilaporkan Reuters, Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) berinvestasi hingga USD 384 juta (sekitar Rp 5,7 triliun). Mereka membantu mengembangkan dan memproduksi kandidat vaksin Covid-19 yang dibuat Novavax Inc. Pengembangan vaksin membuat saham perusahaan itu naik 31,2 persen dalam perdagangan bursa.

CEPI, yang dibentuk untuk memerangi epidemi, pada Maret lalu menginvestasikan dana USD 4,4 juta (sekitar Rp 65 miliar). Dana itu dituangkan dalam kesepakatan dengan Novavax dan Universitas Oxford, Inggris, untuk mengembangkan vaksin potensial Covid-19. "Pendanaan tambahan CEPI akan mendukung pengembangan klinis NVX-CoV2373, kandidat vaksin Novavax, melalui pengujian tahap awal dan membantu meningkatkan produksi," demikian keterangan perusahaan itu.

Novavax menyatakan dana itu digunakan untuk meningkatkan produksi vaksin dengan secara potensial memungkinkannya mencapai 100 juta dosis pada akhir 2020. Uji coba tahap awal dimulai pada Mei 2020 di Australia. Uji coba tahap menengah di beberapa negara akan mengikuti hasil yang dicapai atau diharapkan berhasil pada Juli mendatang.

Tedros kembali menegaskan bahwa pandemi corona mengajarkan banyak hal, terutama pentingnya memiliki sistem kesehatan nasional dan regional yang kuat. "Dunia menghabiskan sekitar USD 7,5 triliun untuk perawatan kesehatan setiap tahun, hampir 10 persen dari PDB global. Namun investasi terbaik adalah kesehatan dan upaya mencegah penyakit guna menyelamatkan jiwa dan menghemat uang,” kata Tedros.

Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed mengatakan prioritas langsung dalam masalah ini haruslah negara dan masyarakat yang paling rentan. Dia menyerukan program bantuan utang baru untuk negara-negara yang rentan, sehingga ekonomi mereka dapat pulih. Menurut dia, upaya melindungi dan merangsang ekonomi, dari transfer tunai hingga kredit dan pinjaman, harus ditargetkan pada perempuan. Kelompok ini merupakan mayoritas dalam perekonomian informal yang paling terpukul dan berada di garis depan masyarakat.

Organisasi Buruh Internasional atau ILO memperkirakan 305 juta pekerja akan kehilangan pekerjaan pada kuartal kedua 2020 yang berakhir pada 30 Juni. Direktur Jenderal ILO Guy Ryder membandingkan angka tersebut dengan krisis keuangan pada 2008, dengan hanya 22 juta pekerja kehilangan pekerjaan. "Sebanyak 60 persen tenaga kerja global bekerja di bidang informal dan sebagian besar dari mereka adalah wanita."

SUKMA LOPPIES | TIMES OF ISRAEL | ASSOCIATED PRESS | REUTERS

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."