Jadi Korban Catcalling, Hannah Al Rashid: Let's Educate Them

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Hannah Al Rashid saat menghadiri pemutaran perdana film Ratu Ilmu Hitam. Instagram/@hannahalrashid

Hannah Al Rashid saat menghadiri pemutaran perdana film Ratu Ilmu Hitam. Instagram/@hannahalrashid

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Aktris Hannah Al Rashid dikenal aktif menyuarakan keseteraan gender dan perlawanan saat menghadapi pelecehan. Baru-baru ini, aktris Aruna dan Lidahnya itu mengalaminya. Ia menceritakannya dalam sebuah sebuah tweet pada Selasa, 10 Maret 2020. 

Dalam unggahan tersebut, ia menceritakan bahwa ia menjadi korban catcalling di kawasan Cipete, Jakarta Selatan. Ia lalu mendekati pelaku hingga si pelaku kaget. 

"Bapak suit-suit saya tadi? Itu adalah pelecehan verbal, jangan kayak gitu lagi, ya," tulis Hannah. 

Si pelaku menunduk malu sambil mengatakan, "Iya, Mbak."

Tak banyak orang menyadari bahwa catcalling, seperti suitan atau menegur seseorang dengan niat menggoda merupakan bentuk pelecehan. 

"Some of these men push their luck, some are just ignorant. Let’s educate them," tulis Hannah mengajak orang untuk berani speak up.

Ketua Soliditas Perempuan Dinda Nuur Annisaa Yura mengatakan catcalling merupakan salah satu bentuk pelecehan seksual yang dilakukan secara verbal. Biasanya hal itu dilakukan ketika si korban, umumnya perempuan, sedang berjalan.

"Bentuknya, bisa seperti siulan, panggilan ataupun komentar yang bersifat seksual kepada perempuan yang sedang lewat/berjalan," ucap Dinda saat dihubungi Tempo, Jumat 13 Maret 2020.

Menurut perempuan 32 tahun ini, catcalling maupun bentuk pelecehan seksual lainnya bukanlah persoalan pakaian, pulang malam, atau sikap si korban. Namun, dipicu cara pikir pelaku yang menganggap korban sebagai objek.

Lalu bagaimana mencegah catcalling? Menurut Dinda perlu diawali dari kesadaran bahwa catcalling merupakan persoalan yang sifatnya struktural. Tidak bisa dilihat secara kasus per kasus.

Secara strategi, penyebarluasan pemahaman dan perspektif terkait perempuan, keadilan gender dan feminisme harus dilakukan di sekolah-sekolah maupun ruang-ruang belajar lainnya.

"Masyarakat juga perlu secara tegas dan berpihak pada korban ketika menyaksikan terjadinya catcalling, bukan malah menoleransi dan menganggap kejadian ini sekadar candaan," ujar Dinda.

EKA WAHYU PRAMITA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."