Jadi Korban Pelecehan di KRL? Berani Tegur Pelaku dan 3 Hal Ini

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi pelecehan perempuan. nypost.com

Ilustrasi pelecehan perempuan. nypost.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Hasil survei Koalisi Ruang Publik AMAN (KRPA) memaparkan data sebanyak 46,80 persen responden di seluruh Indonesia mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di transportasi umum.

Transportasi umum memang merupakan lokasi kedua tertinggi untuk terjadinya pelecehan seksual, yaitu 15.77 persen, setelah jalanan umum sebanyak 28.22 persen.

Moda transportasi umum yang dilaporkan terjadi pelecehan antara lain adalah bus, 35.80 persen, angkot 29.49 persen, kereta rel listrik atau KRL 18.14 persen, ojek online 4.79 persen, dan ojek konvensional 4.27 persen.

Menurut pendiri komunitas perEMPUan Rika Rosvianti, dari data survei KRPA, pelecehan yang sering terjadi di transportasi umum datang dalam bentuk verbal, fisik dan non-fisik. Pelecehan verbal seperti siulan, suara kecupan, komentar atas tubuh, komentar seksual yang gamblang, komentar seksis, dan komentar rasis.

"Sementara bentuk fisik adalah main mata, difoto secara diam-diam, diintip, diklakson, gestur vulgar, dipertontonkan masturbasi publik, dihadang, diperlihatkan kelamin, didekati dengan agresif secara terus menerus, diikuti/dikuntit, hingga disentuh, diraba, dan digesek dengan alat kelamin," kata Rika saat ditemui di Stasiun Kota, Jakarta, pada akhir Desember 2019.

Menurut ia, penting untuk masyarakat tahu beragam bentuk pelecehan ini, agar dapat dipahami dan mau mengintervensi atau melaporkan saat mengetahuinya.

Rika memberikan tips agar penumpang di Kereta Rel Listrik (KRL) berani melaporkan pelecehan ketika mengalaminya. Berikut beberapa langkah awal yang bisa Anda lakukan saat menjadi korban pelecehan seksual.

1. Berani tegur pelaku

Jika berani menegur saat itu juga, maka langkah paling awal menurut Rika ialah menegur pelaku saat kejadian usai berlangsung.

"Segera maklumi diri saat alami syok, karena tak sedikit korban yang mengalami tonic immobility. Yaitu refleks yang membuat tubuh berada dalam keadaan tidak aktif untuk sementara waktu," kata Rika.

2. Lapor petugas KRL

Anda bisa langsung mencari tempat ramai dan terang. Biasanya kalau sudah berada di tempat ramai dan terang, pelaku tidak berani lagi mengejar. Setelah itu langsung hubungi pihak petugas KRL baik langsung di stasiun maupun bisa melalui telepon di nomor 121 agar dihampiri.

3. Hubungi teman/keluarga

Rika menyarankan untuk segera hubungi orang yang terpercaya untuk menceritakan pengalaman yang dialami.

"Menceritakan kepada orang lain akan membantu mengurangi rasa trauma. Setelah cerita juga jadi tahu kalau terlalu syok, bisa minta dijemput dan sebagainya. Karena kalau baru mengalami itu kita juga biasanya nggak ngerti mau ngapain dan cenderung hanya diam di tempat," ucap Rika.

4. Tawaran opsi

Untuk tindak lanjutnya, ada beberapa opsi yang biasa Yayasan Peduli Perempuan tawarkan sebagai bantuan. Mulai urusan menghilangkan trauma, melakukan visum, hingga urusan hukum kalau korban ingin melaporkan.

"Tapi banyak terjadi korban enggan melapor karena malu, dan bahkan sulit mencari, karena kekerasan seksual banyak juga yang sulit dibuktikan, undang-undang kita belum spesifik," ujar ia. 

Rika melanjutkan bahwa kekerasan seksual di tempat dan transportasi umum menghambat terwujudnya kesetaraan gender.

“Jangankan beraktualisasi diri secara maksimal, perempuan dewasa maupun anak perempuan bahkan terancam mengalami kekerasan seksual dalam perjalanannya mengakses hak dasar sebagai warga negara seperti pendidikan, kesehatan dan pekerjaan,” tutur Rika.

EKA WAHYU PRAMITA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."