RUU Ketahanan Keluarga, Ormas Perempuan: Ada Nuansa Patriarki

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi keluarga bertamasya atau piknik. shutterstock.com

Ilustrasi keluarga bertamasya atau piknik. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Pro kontra terhadap rancangan Undang-undang atau RUU Ketahanan Keluarga terus menggaung masyarakat terutama di media sosial. Beberapa pasal dianggap terlalu jauh mengurusi urusan personal warga negara dan dinilai cukup kontradiktif antara satu pasal dengan pasal lainnya.

Salah satunya yang tertuang dalam Pasal 25 terdapat perbedaan peran antara kewajiban suami dan istri. Suami sebagai kepala keluarga salah satu pernyataannya memberikan keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Sementara kewajiban istri mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya dan menjaga keutuhan keluarga

Pasal yang dimaksud di atas banyak dinilai kontraproduktif dengan kampanye kesetaraan keluarga yang disampaikan banyak pihak. Di sisi lain mendukung kesetaraan keluarga namun dalam klausul pasal RUU Ketahanan Keluarga justru memundurkan semangat tersebut.

Menanggapi kontroversi tersebut Ormas Perempuan Kelompok Kepentingan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Koalisi Perempuan Indonesia Presidium Wilayah Jawa Barat, Rai Askaraning Tias menilai RUU tersebut sangat kontra dengan perjuangan mereka selama ini.

Menurut Rai, beberapa pasal berisi mengenai peran relasi suami istri yang berseberangan dengan nilai kesetaraan. "Seperti kewajiban istri, terdapat pasal yang bersifat domestifikasi. Isinya menjadi suatu kemunduran dan kembali menggaungkan patriarki," ucap Rai usai ditemui di konferensi pers Setara Itu Nyata dalam rangka Hari Perempuan Internasional, Rabu, 4 Maret 2020. 

Mengapa kemunduran, sebab Rai menilai jika seolah-olah tugas seorang istri hanyalah mengurus rumah tangga. "Mereka malah mengurusi masalah private sampai ke hal paling pribadi soal anak dengan tidak dibolehkan donor sperma salah satunya," kata dia.

"Bahasan penting mengenai masalah KDRT(Kekerasan Dalam Rumah Tangga) malah dianggap private padahal itu menyakiti korban sedangkan masalah personal malah jadi bahasan mereka," lanjut Rai.

Menurut Rai, hingga sejauh ini ormasnya berjuang menyuarakan kesetaraan gender. Namun dengan bergulirnya RUU tersebut jadi membawa kemunduran.

EKA WAHYU PRAMITA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."