Idap Kanker Ovarium, Shahnaz Haque: Jangan Takut Melawan

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Shahnaz Haque. Instagram.com/@shahnaz.haque

Shahnaz Haque. Instagram.com/@shahnaz.haque

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Shahnaz Haque tak menyerah dan takut dalam melawan kanker ovarium. Ia pernah terdiagnosis kanker ovarium atau kanker rahim sebelah kanan pada 22 tahun silam. Saat itu, ia sempat mengalami stres hingga nafsu makannya perlahan hilang. Bahkan, sempat berpikir bakal dijemput ajal di usia 26 tahun.

"Kadang-kadang stres memikirkan (kanker) itu, nafsu makan hilang. Seakan mati sebelum mati, jadi antisosial," kata ia di sela talkshow mengenai kanker di kawasan Tangerang, Banten, Sabtu, 29 Februari 2020.

Tumor di ovarium yang ia derita padat dan ganas sehingga penanganannya harus melalui operasi. Seringkali ia mengalami susah buang air besar, perut kembung hingga kesemutan di bagian kaki kanan.

Setahun setelah diagnosis kanker ovarium, istri musisi Gilang Ramadhan itu baru memberanikan mengangkat ovariumnya karena sudah mengganggu fungsi organ tubuh lainnya.

Ia juga harus menjalani kemoterapi, yang merupakan prosedur lanjutan setelah bedah. Efek yang ia rasakan usai kemo adalah muntah.

"Kemo muntah. Enggak ada intake lagi. Makin lama makin kurus. Waktu saya sakit timbangan sempat 47-48 kilogram. Kalau sekarang 65 kilogram, disyukuri," ucap Shahnaz.

Ia menyadari, sulit sekali untuk makan saat itu. Selain karena tidak ada nafsu, terkadang mulut pasti penuh sariawan.

Padahal, asupan makanan bergizi seimbang menjadi satu penting untuk pasien kanker untuk membantunya beraktivitas, meningkatkan sistem imun hingga mengefektifkan kerja obat.

Namun di sisi lain, makan bisa menjadi pekerjaan berat bagi pasien karena nafsu makan yang hilang dan adanya sensasi cepat merasa kenyang.

"Daya tahan tubuh harus bagus. Kalau nutrisi enggak bagus, enggak bisa ada tindakan selanjutnya," tukas ibu tiga putri ini.

Kepada para pasien kanker di berbagai penjuru indonesia, Shahnaz menyarankan untuk tidak takut melawan penyakitnya itu. Menurut dia, ajal menjemput adalah hal pasti. Tetapi yang penting, bagaimana menutup usia dengan senyum dan berprasangka baik.

"Hari ini saya mengajak para pejuang kanker, dapat hidup dengan tenang dan bebas dari tekanan batin. Pemicu salah satunya adalah hormon yang tak seimbang dihasilkan dari pikiran tidak tenang," tutur bungsu dari tiga bersaudara ini.

"Jadi lepaskan saja, permasalahan sepele yang terjadi di antara sesama. Pesan untuk para care giver, dukung para pejuang kanker berupa emosional, instrumental, penghargaan, dan informasi," jelas perempuan 47 tahun itu.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."