Nabila Larasati Pranoto, Arsitek yang Raih Penghargaan di Prancis

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Nabila Larasati Pranoto menerima penghargaan desain arsitektur dari Jacques Rougerie Foundation, Prancis, untuk karyanya A Living Organism. Penghargaan diberikan pada Rabu, 22 Januari 2020.

Nabila Larasati Pranoto menerima penghargaan desain arsitektur dari Jacques Rougerie Foundation, Prancis, untuk karyanya A Living Organism. Penghargaan diberikan pada Rabu, 22 Januari 2020.

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Arsitek Nabila Larasati Pranoto, meraih penghargaan internasional dari Jacques Rougerie Foundation, Prancis. Karyanya yang berjudul “A Living Organism” menang 2019 Coup de Coeur Award kategori “Architecture and Sea level rise” Leonardo da Vinci Promotion, mengalahkan peserta dari  Denmark, USA, India, Namibia, dan Prancis.

Penghargaan diserahkan oleh Justin Ahanhanzo dari UNESCO di hadapan Menteri Kebudayaan Perancis M. Franck Riester, Chancellor Institute de France, dan duta besar dari negara-negara asal pemenang, di Institute de France Paris pada Rabu, 22 Januari 2020.

Perempuan yang menyelesaikan pendidikan sarjana dan magister arsitektur di 2019 pada usia 23 tahun ini mengajukan desain arsitek untuk memberdayakan masyarakat di pinggiran sungai. Dia mengatakan topik yang diangkat dalam kompetisi ini sama dengan tesisnya di Singapore University of Technology and Design.

“Tesis saya sebuah spekulasi fiksi untuk survival dan empowerment komunitas-komunitas di pinggir laut yang bergantung pada keseimbangan kondisi alam untuk pertanian dan perikanan,” ucap arsitek muda ini, Jumat, 24 Januari 2020, dalam keterangan resmi yang diterima Tempo.co.

Komunitas-komunitas tersebut, tutur ia, paling rentan terhadap ancaman perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut. Arsitek yang kini bekerja di Ong&Ong Singapura ini menggunakan daerah delta Sungai Mekong yang melintasi sejumlah negara Asia sebagai contoh.

Dalam ide, pemikiran, dan imajinasi yang dituangkan Nabila dalam A Living Organism, masyarakat di Sungai Mekong akan tetap produktif dengan membangun sistem alternatif berbasis aquakultur, aquaponik, dan desalinasi air laut. Nabila menggunakan imajinasinya yang dikolaborasikan dengan ilmu yang didapatkannya untuk membangun infrastruktur dan sistem hybrid yang menyatu.

“Desain saya mengeksplorasi cara-cara untuk mereka bisa merestrukturisasi kehidupan dan perekonomian dengan penggunaan teknologi, sehingga mereka bisa menghidupkan kembali mata pencaharian dengan hal-hal seperti aquaculture dan aquaphonics,” kata Nabila yang juga mendesain sampul buku Jelajah Jiwa Hapus Stigma karya dokter kesehatan jiwa Nova Riyanti Yusuf.

Diikuti desainer arsitektur dari berbagai negara, kompetisi ini dibuat untuk menanggapi tantangan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut yang menjadi salah satu isu lingkungan paling ramai dalam beberapa tahun terakhir.

Dewan juri tahun ini dipimpin Dominique Perrault, arsitek dan urban planner Prancis; Claudie Haignere, politikus dan astronot; Justin Ahanhanzo, pakar Intergovernmental Oceanographic Commission UNESCO; dan Francis Rembert, Director of the Cite de l’Architecture.

Penghargaan ini mendorong Nabila untuk lebih mendalami arsitektur untuk perubahan iklim yang ditujukan bagi komunitas yang terdampak. Ia juga berharap bisa berkolaborasi dengan orang-orang dari bidang lain, seperti sosio-ekonomi, kesehatan, dan infrastruktur keselamatan, yang terkait dengan arsitektur.

MILA NOVITA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."