Penanganan Psikolog untuk Anak Pelaku dan Korban Bullying

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Seorang peserta menggambar bagian tubuhnya saat kampanye stop bullying #jangandianggapremeh di CFD kawasan Bundaran HI, Jakarta, 13 Mei 2018. Kampanye tersebut untuk menginformasikan dampak buruk Bullying. TEMPO/M Taufan Rengganis

Seorang peserta menggambar bagian tubuhnya saat kampanye stop bullying #jangandianggapremeh di CFD kawasan Bundaran HI, Jakarta, 13 Mei 2018. Kampanye tersebut untuk menginformasikan dampak buruk Bullying. TEMPO/M Taufan Rengganis

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada 2018 menunjukkan rata-rata terjadi 12 kasus bullying setiap hari. Dalam setahun, perisakan di Indonesia mencapai 4.300 kasus.

Psikolog anak Jane Cindy Linardi mengatakan peristiwa bullying pada anak sebaiknya ditangani oleh ahlinya agar tidak menjadi beban seiring dengan pertumbuhan anak. Seperti diketahui, pengalaman mem-bully atau di-bully bisa jadi membekas hingga dewasa dan dapat menimbulkan perilaku yang buruk.

Para orang tua, menurut Jane Cindy Linardi, jangan ragu untuk meminta bantuan psikolog dalam menangani anak pelaku atau korban bullying. "Kapan harus mencari bantuan psikolog? Sebaiknya saat sudah melihat perubahan perilaku anak atau memang sudah tahu bahwa anak terlibat dalam kasus bullying," katanya saat diskusi Rumah Sakit Pondok Indah di Amertha Warung Coffee, Jakarta Selatan, Kamis 18 Juli 2019.

Untuk anak pelaku bullying, Jane Cindy Linardi mengatakan orang tua harus turut terlibat dalam konsultasi. "Penting untuk mengetahui bagaimana hubungan antara orang tua dan anak. Penanganan bisa berupa sesi konseling atau terapi," kata Jane.

Salah satu terapi yang dianjurkan untuk pelaku bullying adalah Cognitive Behavior Therapy. Terapi ini biasanya dilakukan kepada klien yang memiliki perilaku irasional dan negatif. Tujuannya, mengubah pola pikir menjadi lebih positif. Psikolog dapat membantu orang tua mengetahui sumber atau faktor yang menyebabkan anak menjadi perisak.

Adapun untuk korban perisakan, orang tua bisa melihat perubahan perilaku anak dari minat sampai motivasinya. "Ketika orang tua menemukan adanya perubahan tersebut, segera konsultasi ke psikolog," tutur Jane.

Sama seperti anak pelaku perisakan, orang tua dari anak korban bullying juga harus mengikuti konsultasi agar bisa mengembangkan keterampilan memecahkan masalah bersama. Bersama orang tua, psikolog dapat membantu anak menghadapi dampak mental dari kasus perisakan dan mengurangi risiko menjadi korban bullying ke depannya.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."