Advertisement
Advertisement
Advertisement

Sudah Waktunya Stigma Negatif terhadap Ibu Tunggal Berubah

foto-reporter

Reporter

google-image
Ilustrasi anak belajar bersama ibu. shutterstock.com

Ilustrasi anak belajar bersama ibu. shutterstock.com

Advertisement

CANTIKA.COM, Jakarta - Ibu tunggal masih lekat dengan sejumlah stigma, mulai dari status pernikahan hingga anak dari para ibu ini kerap mendapat cap negatif. Pendiri komunitas Single Moms Indonesia, Maureen Hitipeuw, mengungkap berbagai stigma tersebut.

Bisa disimpulkan stigma yang paling kuat adalah tentang status janda yang dipandang sebagai perusak rumah tangga orang, dibarengi dengan gurauan dan meme yang merendahkan status para ibu tunggal. Stigma ini tentu melukai hati dan rentan mempengaruhi emosional para ibu tunggal.

Artikel lain:
Psikolog Ungkap Pentingnya Sistem Pendukung buat Ibu Baru

"Penilaian negatif ini terkadang juga membuat wanita menjadi takut keluar dari hubungan rumah tangga yang tidak sehat. Misalnya, karena faktor kekerasan dalam rumah tangga," ujar ibu tunggal satu anak ini.

Belum lagi stigma yang menyasar anak-anak yang orang tuanya bercerai. Perilaku baik dan buruk anak kerap dikaitkan dengan status rumah tangga orang tua.

Maureen mencontohkan ketika anak korban perceraian berbuat salah, status pernikahan orang tuanya akan disorot. Sebaliknya, kala mereka berperilaku baik, status pernikahan orang tuanya juga tak lupa dikaitkan.

Ilustrasi ibu dan anak. shutterstock.com

"Aku pribadi selalu bilang ke anakku, kalau dia akan selalu dinilai orang lain karena orang tuanya bercerai. Kamu baik, orang masih akan bilang, 'Wah, hebat ya padahal anak broken home'. Kamu berbuat salah, orang pasti akan mengaitkan ke broken home lagi. Labelnya akan disebut terus. Memang kenyataannya begitu," ucap Maureen, yang yakin perilaku anak tergantung pengasuhan orang tua.

Memerangi stigma ini, Maureen memberi edukasi dengan cara positif lewat konten dan diskusi di media sosial SMI.

Baca juga:
Menulis Bisa Jadi Cara untuk Ibu Bekerja Atasi Kecemasan Berlebih

"Karena mungkin orang enggak sadar kalau bercandaan dia salah dan menyakitkan, jadi mudah melempar gurauan seperti itu," tambahnya.

Butuh jalan panjang melawan stigma ini. Maureen berharap masyarakat bisa menerima ibu tunggal layaknya manusia biasa.

"Kami enggak ada bedanya dengan orang lain, yang berbeda hanya status pernikahan saja. Kami juga ingin bahagia seperti ibu-ibu lain, melihat anak kami sehat dan pintar. Sambil pelan-pelan mengubah stigma, kami juga terus menguatkan diri. Stigma itu akan jatuh sendiri ketika kami berdamai dengan masa lalu, nyaman dengan diri sendiri, dan anak kami baik-baik saja," paparnya.

AURA

Advertisement

Recommended Article

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."
Advertisement