Bahaya Jika Stigma Keperawanan Dipupuk Terus - menerus

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi keperawanan. shutterstock.com

Ilustrasi keperawanan. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Isu keperawanan masih mengemuka terutama bagi perempuan yang belum menikah. Psikolog Inez Kristanti mengatakan diskusi keperawanan sejatinya bisa berhenti jika semua orang memahami fakta medis tentang organ reproduksi perempuan, terutama soal selaput dara.

Inez Kistanti mengatakan selama ini orang menilai perawan tidaknya seorang wanita dari darah yang keluar saat senggama pertama karena selaput dara robek. "Padahal banyak faktor yang membuat selaput dara robek selain hubungan intim, atau tidak robek sama sekali," kata Inez Kristanti di Jakarta, Selasa 4 September 2018.

Masalah ini berpotensi kian parah jika stigma tentang keperawanan terus-menerus dipupuk. Jika sudah tertanam, maka perempuan tidak perawan sebelum menikah dianggap gagal menjaga diri. "Tidak bisa dipungkiri budaya masyarakat Indonesia masih menitikberatkan pada keperawanan dan itu bisa menjadi problem," ujar Inez.

Inez Kristanti menegaskan kalau selaput dara yang robek saat berhubungan intim tidak bisa dijadikan indikasi untuk menilai keperawanan. "Ada yang sudah berkali-kali melakukan hubungan seksual tapi belum berdarah sama sekali," tutur Inez.

Jadi, dia melanjukan, tidak bisa mengecek keperawanan berdasarkan selaput dara karena setiap perempuan memiliki karakter selaput dara dengan bentuk dan elastisitas yang berbeda-beda. "Bahaya jika perempuan merasa keberhargaan diri mereka hanya dari keperawanan saja," kata Inez.

Inez Kristandi mengingatkan, setiap orang punya kesempatan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik. "Mungkin dulu dia memilih keputusan yang salah. Tapi, siapapun punya hak untuk memperbaiki hidupnya," kata Inez.

YATTI FEBRI NINGSIH

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."