Beda Diet Ketogenik dengan Ketofastosis dan Plus Minusnya

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi diet. shutterstock.com

Ilustrasi diet. shutterstock.com

IKLAN

TEMPO.CO, Jakarta - Diet ketogenik atau diet keto dan diet ketofastosis sedang naik daun. Diet ketogenik merupakan diet rendah karbohidrat serta tinggi lemak dan protein. Pola makan untuk diet ini misalnya, mengkonsumsi makanan rendah karbohidrat dan gula, seperti alpukat, telur, daging, dan kopi tanpa gula untuk sarapan pagi.

Baca juga:
Berat Badan Turun dan 7 Manfaat Lain Diet Keto

Untuk makan siang dan makan malam bisa memilih salad dan sayur-sayuran ditambah makanan lain yang kaya protein. Jika asupan protein seharian masih dirasa kurang, pelaku diet keto bisa menerapkan keto bombs alias menyantap makanan yang mengandung lemak 70 persen. Makanan dengan kandungan lemak tinggi misalnya, es krim alpukat yang dicampur dengan santan kelapa, atau bubuk cokelat dengan selai kacang.

Adapun diet ketofastosis memiliki perbedaan signifikan karena lebih ekstrem dari diet ketogenik. Diet ketofastosis menggabungkan metode ketogenik dengan fastosis alias puasa makan dari pukul 20.00 hingga 12.00. Pelaku diet ketofastosis memiliki energi dari asupan makanan sumber hewani, misalnya ikan, ayam, telur, daging, seafood, dan lainya. Tak boleh ada karbohidrat, contohnya dari tepung, gula, kecap.

Ilustrasi diet dan olah raga. dystryktm.pl

Dokter Grace Judio Kahl menuturkan, diet ketogenik dan ketofastosis menghasilkan penurunan berat badan dalam jumlah besar dalam tempo singkat. Teorinya, ketika seseorang tidak mengkonsumsi karbohidrat sama sekali, tubuh akan mengambil energi dari cadangan gula atau glikogen dan lemak yang mengikat air.

"Kalau tubuh tidak ada gula, dia akan membakar cadangan lemak dan glikogen. Air akan keluar banyak, penurunan berat badan juga akan cepat," kata pemilik klinik LightHouse ini. Akibat pembakaran lemak, di dalam tubuh muncul keton. Keton ini bersifat asam, tapi dapat diseimbangkan oleh ginjal dan paru.

Mengingat prosesnya yang terjadi, menurut Grace, pasien harus memperhatikan beberapa hal sebelum menjalani diet ketogenik dan ketofastosis, terutama bagi pengidap diabetes. Dia hanya merekomendasikan diet bagi penderita diabetes ringan atau diabetes terkontrol, sepanjang kadar insulinnya masih baik.

Adapun pengidap diabetes yang sudah mengalami gangguan fungsi insulin dan pankreas harus berhati-hati menjalani diet ini. "Karena bisa menyebabkan ketoasidosis (tingginya kadar glukosa dalam darah), yang berujung pada koma," kata dia. Dengan demikian, Grace menyarankan siapa pun yang berniat menjalani diet ketogenik maupun ketofastosis agar berkonsultasi dulu ke dokter. "Diet jenis ini cocok dijalani oleh seseorang yang memiliki riwayat kesehatan normal, punya hasil medical check up yang bagus, terutama gula darah dan kolesterol."

Selain itu, ucap dia, diet ini hanya cocok dilakukan bagi mereka yang berada di rentang usia 25-45 tahun. Dokter Grace Judio Kahl juga menyarankan diet dilakukan cukup dalam waktu 2-3 bulan. Setelah itu kembali mengkonsumsi karbohidrat dengan indeks gula darah rendah, seperti nasi merah, roti gandum, buah, dan sayur.

Ilustrasi diet. specialfood.ru

Alasannya, diet ketogenik dan ketofastosis memiliki efek samping jangka pendek dan jangka panjang. Efek jangka pendeknya antara lain buang air terus-menerus. "Ini karena tubuh tidak bisa menahan air. Selama ada garam (dari lemak), tetap ada air yang terbuang," dia menjelaskan.

Efek selanjutnya adalah dehidrasi ringan. Banyaknya elektrolit (natrium, kalium, dan kalsium) yang keluar dari tubuh akan menyebabkan lemas. Seseorang juga menjadi susah berkonsentrasi. Dampak lainnya adalah mulut kering dan berbau, disertai bibir pecah-pecah.

Sedangkan efek samping jangka panjang adalah hipoglikemia (kadar gula darah di bawah normal), dehidrasi berat, penyakit batu ginjal, naiknya risiko penyakit kardiovaskular, dan terganggunya sistem saraf dan otot akibat ketidakseimbangan elektrolit tubuh.

Apabila seseorang ingin memaksakan diet ini selama enam bulan, lagi-lagi Grace meminta untuk selalu melakukan pemeriksaan kesehatan. Sebab, jika terus-menerus berada dalam kondisi asam, tubuh akan mengambil tabungan kalsium dari tulang dan membuat tulang rapuh.

MARTHA WARTA SILABAN

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."