Perempuan Tak Mahir Nyetir, Mitos Atau Fakta?

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi wanita kurang percaya diri mengemudi saat bersama pacarnya. (car advice)

Ilustrasi wanita kurang percaya diri mengemudi saat bersama pacarnya. (car advice)

IKLAN

TEMPO.CO, Jakarta - Ketika melihat pengendara memberi sinyal ke kanan kemudian ternyata berbelok ke kiri, masyarakat biasanya langsung menghakimi kalau yang berkendara mesti perempuan. Begitu juga jika ada yang kendaraan yang mendadak berhenti di tengah jalan atau berbelok tanpa memperhatikan kondisi di sekitarnya.

Baca juga:
49,5 Persen Kecelakaan Melibatkan Perempuan, Apa Sebabnya?
Bagian Baju Wanita yang Wajib Diperhatikan Saat Naik Sepeda Motor

Banyak stigma yang dilekatkan kepada pengendara perempuan di jalan, entah mereka menyetir mobil atau sepeda motor. Apakah benar seperti itu perempuan dalam berkendara? Atau hanya asumsi karena 'kebetulan' saja.

Menurut data Queenriders, komunitas pengendara perempuan di Indonesia, sebanyak 80 persen dari perempuan yang berkendara -baik mobil maupun sepeda motor, keluar rumah untuk mencari nafkah. Seiring dengan bertambahnya pengendara perempuan, tingkat kecelakaan dalam 5 tahun terakhir juga meningkat. Setiap hari, sekitar 74 orang meninggal di jalan raya. Sekitar 49,5 persen dari kecelakaan tersebut melibatkan perempuan.

“Angka kecelakaan yang melibatkan perempuan meningkat drastis dalam 2 tahun, jauh lebih cepat dari peningkatan angka pengendara perempuan,” tutur Iim Fahima Jahja, Pendiri Komunitas Queenriders di Jakarta. Namun data ini tidak bisa langsung dikaitkan dengan keterampilan berkendara kaum hawa, melainkan pada kurangnya pendekatan dan edukasi kepada perempuan mengenai keamanan berlalu lintas.

Iim Fahima menjelaskan, otomotif dan transportasi merupakan industri yang sangat maskulin. Sebab itu, pendekatan edukasi keamanan berlalu lintas untuk perempuan masih kurang. Pernyataan perempuan tidak bisa menyetir tidak sepenuhnya mitos, maupun kenyataan. Sebab, kecelakaan yang disebabkan oleh perempuan juga masih lebih sedikit dibanding laki-laki.

Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Atjeu Janestri mengatakan pentingnya peningkatan edukasi kepada perempuan mengenai keamanan dan keselamatan berlalu lintas. “Perempuan adalah pendidik pertama. Setelah mendidik sendiri, akan mendidik anak, mendidik suami, mendidik keluarga. Karena itu sangat penting untuk memberikan edukasi yang benar kepada perempuan,” ujarnya.

Sekarang, sosialisasi mengenai keamanan pengendaraan masih terlalu maskulin dan belum cukup efektif dalam mengedukasi perempuan. Padahal minat dari perempuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai keamanan berlalu lintas meningkat. Permpuan juga lebih sadar dan hati-hati saat berkendara. Namun, masih perlu sosialisasi mengenai keamanan yang lebih baik khusus untuk perempuan. Jadi, pernyataan perempuan tidak bisa menyetir bukan mitos maupun kenyataan.

ASTARI P. SAROSA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."