Advertisement
Advertisement
Advertisement

Political Fashion, Cara Gustika Hatta Memaknai Kemerdekaan Indonesia Lewat Kain Batik Slobog

foto-reporter

Reporter

google-image
Gustika Hatta mengenakan kain batik Slobog dipadukan kebaya beludru warna hitam saat mengikuri upacara HUT ke-80 RI di Istana Negara, Minggu, 17 Agustus 2025/Foto: Doc/Gustika Hatta

Gustika Hatta mengenakan kain batik Slobog dipadukan kebaya beludru warna hitam saat mengikuri upacara HUT ke-80 RI di Istana Negara, Minggu, 17 Agustus 2025/Foto: Doc/Gustika Hatta

Advertisement

CANTIKA.COM, Jakarta - Peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia membawa ragam ekspresi bagi warganya. Ada yang merayakan dengan gegap gempita, ada pula yang memilih hening dan reflektif, seperti yang dipilih Gustika Fardani Jusuf atau akrab disapa Gustika Hatta menyampaikan refleksinya lewat busana: kebaya hitam yang dipadukan dengan kain batik slobog.

Dalam budaya Jawa, kain Batik bukan sekadar penutup tubuh, melainkan bahasa simbol. Motif slobog sendiri lazim dipakai dalam prosesi pemakaman. Kata “slobog” berarti longgar atau terbuka, menandai keikhlasan keluarga melepas kepergian seseorang. Kain ini melambangkan doa agar jalan yang ditempuh almarhum menjadi lapang, sekaligus sebuah pengantar dengan hati yang merelakan.

Pemilihan batik Slobog di momen kemerdekaan bukan tanpa maksud. Ia menjadi simbol duka sekaligus doa, refleksi pribadi yang lahir dari keprihatinan terhadap situasi bangsa. Bagi Gustika bermakna rasa syukur atas kemerdekaan bercampur dengan perasaan pilu melihat luka hak asasi manusia yang belum kunjung terobati. Kritik tajam pun disampaikan, terutama pada kepemimpinan negara yang dianggap mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, membiarkan militerisasi merambah ke ruang sipil, dan berusaha menutupi sejarah kelam bangsa.

Gustika Hatta mengenakan kain batik Slobog dipadukan kebaya beludru warna hitam saat mengikuri upacara HUT ke-80 RI di Istana Negara, Minggu, 17 Agustus 2025/Foto: Doc/Gustika Hatta

Menurutnya, perasaan berduka tidak lahir dari kebencian, melainkan dari cinta pada tanah air. “Berkabung bukan berarti putus asa; dan merayakan bukan berarti menutup mata,” tulisnya. Bagi dirinya, berkabung adalah jeda untuk jujur menatap sejarah, merawat ingatan, sekaligus menagih janji konstitusi kepada republik.

Di sisi lain, merayakan kemerdekaan juga tetap berarti memanjatkan doa dan harapan. Seperti makna kain slobog itu sendiri, peralihan dari duka menuju doa keselamatan. Sebuah pengingat bahwa dari kesedihan pun, harapan bisa ditanam.

Dengan cara sederhana namun penuh makna, kebaya hitam dan batik slobog menjadi ekspresi cinta sekaligus kritik pada negeri ini. Sebuah perayaan yang tidak melupakan luka, sebuah duka yang tetap menyalakan doa. “Panjang umur, Republik Indonesia-ku,” tulisnya sebagai penutup. Selarik doa yang lahir dari cinta, meski diiringi rasa pilu. 

Motif Batik Slobog

Masyarakat Jawa memakai batik motif slobog untuk peristiwa kematian dan sebagai penutup jenazah. Jika digambarkan, slobog memiliki pola seperti bertemunya pucuk indung yang berarti menyatukan mikrokosmos dan makrokosmos. Ruh di dalam bermakna mikrokosmos dan yang di luar berarti makrokosmos.

Era Soekamto mengatakan motif batik slobog bukan hanya bicara soal kematian, melainkan lebih dalam lagi yakni soal kehidupan. "Ruh tidak akan mati. Dia abadi seperti Tuhan itu sendiri yang meniupkan. Sehingga kematian sama dengan kehidupan, dan kehidupan sama dengan kematian," " kata Era.

Pilihan Editor: Tip Gustika Jusuf Hatta Pilih Buku Bagus: Abaikan Cap Best Seller

TEMPO | LAURENSIA FAYOLA

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi Terkini Gaya Hidup Cewek Y dan Z di Instagram dan TikTok Cantika.

Advertisement

Recommended Article

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."
Advertisement