Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kecintaan Rania Maheswari Yamin pada Kain Batik, Semua Orang Bisa Berekspresi Lewat Pakaian

foto-reporter

Reporter

google-image
Rania Maheswari Yamin/Foto: Doc. Pribadi

Rania Maheswari Yamin/Foto: Doc. Pribadi

Advertisement

CANTIKA.COM, Jakarta - Di tengah derasnya arus mode global, Rania Maheswari Yamin memilih jalan berbeda yakni merawat kebaya dan kain batik sebagai bagian dari identitas dirinya. Bagi Rania berpakaian bukan sekadar gaya, melainkan ekspresi karakter sekaligus penghormatan pada sejarah keluarga dan budaya.

“Aku ingin berbagi suatu kepercayaan bahwa tiap insan punya hak untuk mengekspresikan diri lewat pakaian. Rasa takut dibilang berlebihan atau norak itu cuma bisa dilawan dengan percaya diri,” ucap Rania Maheswari Yamin kepada Cantika, 3 September 2025. 

Kecintaannya pada kebaya bukan datang tiba-tiba. Sejak kecil, Rania terbiasa mengenakan kebaya di lingkungan keluarga besar Mangkunegaran, Solo. Selain itu, tak dimungkiri bacaan karya Pramoedya Ananta Toer bertajuk Gadis Pantai juga ikut andil bikin Rania makin kagum dengan kain batik.

 “Awalnya kewajiban, karena gak mungkin di istana Mangkunegaran pakai kaos atau celana. Tapi lama-lama aku justru bangga. Kebaya dan kain itu jadi bagian dari diriku,” tuturnya. Bahkan, ia masih merawat kebaya lama peninggalan sang nenek dari era 1980-an, yang kini menjadi koleksi berharga.

Namun, Rania tidak sekadar melestarikan gaya klasik. Ia menyadari pentingnya menyelaraskan tradisi dengan tren masa kini. Ia memadukan kebaya dengan tas lokal unik, sepatu warna-warni, hingga perhiasan dari luar negeri. “Lawas boleh, tapi gak kenal tren juga jangan. Aku ingin membuktikan kalau produk lokal pantas sebaris dengan brand internasional,” jelasnya.

Baginya, warna adalah kunci. Atasan kebaya yang ia kenakan seringkali merah, pink, kuning, atau biru, dipadukan dengan kain berwarna kalem. “Sejarah berjalan plus kita mewarnai negara yang kini sedang abu-abu,” katanya puitis.

Kenyamanan pun tetap jadi prioritas. Ia mendorong generasi muda untuk memulai dengan kebaya sederhana atau outer yang mudah dipadupadankan, sambil perlahan belajar menggunakan batik cap hingga batik tulis. “Sayang banget kalau kita cuma pakai kain bermotif batik, bukan batik asli. Padahal itu cara kita menghargai pengrajin,” tegasnya.

Media sosial, menurut Rania, berperan besar dalam menghidupkan kembali tren berkebaya. Hanya dengan unggahan sederhana di Instagram, banyak remaja kini tergerak untuk ikut mengenakan kebaya. “Aku lihat sendiri, sekarang turis yang datang ke Solo mulai berkebaya. Tren dari Jakarta bisa merembet ke kota-kota lain,” ujarnya.

Meski tumbuh di Jakarta, jauh dari tradisi Mangkunegaran, Rania selalu mencari cara menjaga keseimbangannya. Ia rajin pulang kampung ke Solo, sekadar untuk tetap berkebaya di rumah atau memberi contoh langsung kepada turis yang berkunjung. “Itu caraku menjaga dua dunia, modern di Jakarta dan tradisi di Solo,” tutupnya.

Pilihan Editor: Style Sri Mulyani dalam Balutan Batik, Corak Kawung hingga Megamendung

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi Terkini Gaya Hidup Cewek Y dan Z di Instagram dan TikTok Cantika.

Advertisement

Recommended Article

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."
Advertisement