Masih Banyak yang Mengira Kekerasan Seksual dan Gender Soal Persentuhan Organ Sensistif Saja, Padahal...

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi kekerasan seksual. Freepik.com

Ilustrasi kekerasan seksual. Freepik.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Ketua Satuan Tugas Pencegahan & Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Adi Musharianto mengingatkan bahwa kekerasan seksual memiliki makna yang luas. "Banyak yang mengira bahwa kekerasan seksual dan gender artinya sebatas persentuhan organ sensitif yang dilakukan secara paksa atau iseng," katanya dalam keterangan pers yang diterima Cantika pada awal Januari 2024. 

Adi Musharianto mengingatkan bahwa definisi kekerasan seksual dan gender itu melebihi persentuhan organ sensitif semata. "Lebih dari tindakan, setiap ucapan, penglihatan, bahasa tubuh, perlakuan, narasi teks atau emoticon, over superior, justifikasi, itu bagian variabel kekerasan seksual' dan gender, yang dapat terjadi terhadap laki-laki maupun perempuan,” kata Adi. 

Sebelumnya, Komnas Perempuan merilis jumlah pengaduan kasus menurun pada tahun 2022 dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi 457.895 dari 459.094. Penurunan pelaporan dihimpun dari data lembaga layanan. Sementara pengaduan ke Komnas Perempuan meningkat menjadi 4.371 dari 4.322 kasus. Dengan jumlah ini berarti rata-rata Komnas Perempuan menerima pengaduan sebanyak
17 kasus per hari.

Komnas Perempuan pun menyebut bahwa 339.782 dari total pengaduan tersebut adalah kekerasan berbasis gender (KBG), yang 3.442 di antaranya diadukan ke Komnas Perempuan. Kekerasan di ranah personal masih mendominasi pelaporan kasus KBG, yaitu 99 persen atau 336.804 kasus. Pada pengaduan di Komnas Perempuan, kasus di ranah personal mencapai 61 persen atau 2.098 kasus. Untuk kasus di ranah publik, tercatat total 2978 kasus dimana 1.276 di antaranya dilaporkan kepada Komnas Perempuan. Sementara itu, kasus kekerasan di ranah negara hanya ditemukan di Komnas
Perempuan, dengan peningkatan hampir 2 kali lipat, dari 38 kasus di 2021 menjadi 68 kasus di 2022. 

Komnas Perempuan juga sempat memantau jenis kekerasan seksual yang ditemukannya selama 15 tahun antara 1998 hingga 2013. Menurut mereka, ada 15 jenis kekerasan seksual yang kerap dialami masyarakat. Ke-15 jenis kekerasan itu adalah:

1. Perkosaan;
2. Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau
Percobaan Perkosaan;
3. Pelecehan Seksual;
4. Eksploitasi Seksual;
5. Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual;
6. Prostitusi Paksa;
7. Perbudakan Seksual;
8. Pemaksaan perkawinan, termasukcerai gantung;
9. Pemaksaan Kehamilan;
10. Pemaksaan Aborsi;
11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi;
12. Penyiksaan Seksual;
13. Penghukuman tidak manusiawi danbernuansa seksual;
14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan;
15. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.

Kelima belas bentuk kekerasan seksual ini bukanlah daftar final, karena ada kemungkinan sejumlah bentuk kekerasan seksual yang belum kita kenali akibat keterbatasan informasi mengenainya.

Untuk memberi perlindungan dan pemberdayaan perempuan Indonesia, PT Unilever Indonesia Tbk menggandeng Muhammadiyah melalui kerjasama jangka panjang dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan. Dalam rangka memperingati Hari Ibu 2023, Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) ITB Ahmad Dahlan menyelenggarakan kegiatan “Pekan Agama dan Perempuan”. Seminar dan pelatihan tersebut berisi edukasi publik terkait isu kekerasan seksual dan pemberdayaan ekonomi perempuan, dan dilaksanakan di 7 kota di Indonesia. 

Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, sebagai salah satu Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Indonesia, Yayat Sujatna menyampaikan seminar dan pelatihan 'Pekan Agama dan Perempuan' menggarisbawahi pentingnya menggalang dan mengalokasikan dana zakat untuk para korban kekerasan, khususnya perempuan dan anak. Ia berharap kegiatan ini memberi faedah dalam rangka ikhtiar kita semua memberdayakan perempuan dalam lingkup yang lebih besar. "Harapan kami rangkaian kegiatan ini menambah semangat para perempuan penerima manfaat untuk bisa menjadi lebih berdaya,” katanya.

Rangkaian kegiatan seminar dan pelatihan “Pekan Agama dan Perempuan” dilakukan di Jakarta, Tangerang Selatan, Bogor, Depok, Semarang, Bandung, dan Surabaya, dengan melibatkan mitra PSIPP dari berbagai provinsi. Mengangkat sejumlah isu penting terkait kekerasan seksual dan pemberdayaan ekonomi perempuan, kegiatan menyasar lebih dari 900 peserta yang berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, dosen, guru, pelajar, hingga santri dan pengurus pondok pesantren, di lingkungan Muhammadiyah.

Kristy Nelwan, Head of Communication and Chair of Equity, Diversity & Inclusion (ED&I) Board Unilever Indonesia, mengungkapkan isu keadilan gender serta penghapusan diskriminasi dan stigma termasuk kekerasan seksual pada perempuan merupakan salah satu hal yang timnya perjuangkan melalui berbagai program dan kemitraan, termasuk dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan. "Kami yakin program-program seperti ini menjadi sebuah kontribusi penting bagi terwujudnya lingkungan yang adil dan inklusif di Indonesia, tak terkecuali bagi perempuan,” katanya. 

Pilihan Editor: Korban Kekerasan Seksual Butuh Cerita Kepada Orang yang Tepat

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."