Kekerasan Perempuan Disabilitas, Menyoal Situasi dan Tantangan Korban

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ilustrasi kekerasan seksual. Doc. Marisa Kuhlewein (QUT) and Rachel Octaviani (UPH)

Ilustrasi kekerasan seksual. Doc. Marisa Kuhlewein (QUT) and Rachel Octaviani (UPH)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta -  Satu dari tiga perempuan di dunia telah menjadi korban kekerasan baik dari pasangan atau non-pasangan setidaknya sekali dalam hidup. Sedangkan di Indonesia, satu dari empat perempuan usia produktif telah mengalami kekerasan fisik atau seksual.

Kasus kekerasan memang tidak pernah padam di dunia, terlebih di Indonesia. Berbagai kasus kekerasan masuk untuk diselesaikan yang meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, ekonomi, hingga praktik berbahaya.

Merayakan Hari Disabilitas Internasional dan bagian dari 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, United Nations in Indonesia adakan talkshow Menghapus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Perempuan dengan Disabilitas pada 7 Desember 2023 lalu. Acara ini mengundang Yuni Asriyanti, Sri Nurherwati, dan Walin Hartati yang memiliki pengalaman di bidang perempuan dan disabilitas.

Perempuan Disabilitas sebagai Korban Kekerasan

"Kelompok yang paling rentan terkena kekerasan adalah perempuan dan perempuan yang 'berlapis' seperti perempuan dengan HIV/AIDS, perempuan minoritas, perempuan pengungsi, dan perempuan penyandang disabilitas," jelas Yuni sebagai Konsultan Program Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan UN Women Indonesia.

Menyoal perempuan penyandang disabilitas, Ketua III Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Walin Hartari menyebut bahwa situasi perempuan disabilitas di Indonesia masih mengalami diskriminasi seperti tidak mendapatkan pendidikan yang layak dan tindakan overprotektif yang dilakukan orang sekitar perempuan disabilitas.

"Tentunya perempuan dengan disabilitas rentan mengalami kekerasan karena kesaksian kami (penyandang disabilitas) cenderung tidak didengarkan dan diabaikan," ujar Walin.

Tantangan Perempuan Disabilitas

Pengadvokasi dan Pendamping Korban Kekerasan Berbasis Gender, Sri Nurherwati, sebut masih banyaknya tantangan yang dihadapi perempuan disabilitas ketika mereka menjadi korban kekerasan.

"Linimasi regulasi kita belum mendukung disabilitas, sehingga masih terjebak dalam diskriminasi," ucap Nurhe. "Harus ada sarana dan prasarana yang memenuhi pelayanan dan akomodasi korban disabilitas."

Nurhe menjelaskan kini ia bersama teman-teman tim sedang berusaha mendorong pemerintah untuk memberi akses keadilan bagi penyandang disabilitas, dimulai dari pelaporan, penyelidikan, pemeriksaan, hingga pengadilan. Disabilitas pada sejatinya sangat perlu didukung dengan fasilitas yang lengkap, termasuk penerjemah, pendamping, hingga alat peraga untuk memudahkan kesaksian dan penyelidikan.

"Negara masih gamang dan ragu mengenai kesanggupan untuk melahirkan regulasi ini. Padahal fasilitas dan akomodasi untuk korban disabilitas harus mulai masuk anggaran," lanjut Nurhe.

Yuni menambahkan, masih kurangnya kesadaran investasi untuk pencegahan dan penyelesaian kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas. Serta masih kurang meratanya investasi anggaran untuk urusan kekerasan perempuan.

Pentingnya Kesadaran Negara dan Masyarakat

Baik Yuni, Walin, dan Nurhe, sepakat bahwa kesadaran negara dan masyarakat mengenai keadilan yang layak untuk perempuan disabilitas sebagai korban kekerasan memang harus ditingkatkan sehingga perlu memberi perhatian secara konkret terlebih mengenai upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan.

"Orang-orang harus sadar bahwa kesaksian perempuan disabilitas sama penting dan kuatnya dengan saksi perempuan sebagai korban lainnya," ucap Nurhe.

Walin menambahkan penting juga untuk selalu melakukan edukasi dan penyebaran kampanye awareness melalui media. Ia juga berpesan kepada teman-teman disabilitas untuk segera berani melapor bila mengalami kekerasan, seperti 110 (polisi), 129 (layanan dari Kemenppa), dan 112 (darurat). "Atau setidaknya ceritakan kepada keluarga atau komunitas," ucap Walin.

Kita sebagai masyarakat sekitar harus turut mendukung lingkungan inklusif agar dapat menjadi ruang aman bagi penyandang disabilitas untuk berani berkarya. Serta upaya menghapuskan kekerasan harus dilakukan bersama sebagai panggilan tanggung jawab untuk membangun peradaban yang adil dan setara.

Pilihan Editor: Cara Seru Merayakan Semangat Kreatif Para Penyandang Disabilitas

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."