CHI Awards 2023 Dukung Lestarikan Budaya dan Seni Tari Nusantara

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
CHI Awards diberikan kepada sosok pelestari seni tari tradisional Indonesia

CHI Awards diberikan kepada sosok pelestari seni tari tradisional Indonesia

IKLAN

Pada tahun ini, ada lima orang tokoh meraih penghargaan CHI Awards 2023. Simak para pemenang CHI Awards 2023. 

1. Elly D. Lutan

Elly mendapatkan penghargaan dalam kategori Seni Tari Nusantara. Bakat menari wanita 71 tahun ini sudah menonjol sejak muda. Ia bahkan sudah diminta untuk mengajar tari saat duduk di bangku SMP. Berawal dari menari Kijang Ramayana di depan Gubernur DKI Ali Sadikin, hingga perjumpaannya dengan Direktur Pendidikan Kesenian saat itu, Sampurno, Elly mendapat kesempatan untuk tampil di istana negara. Elly bahkan tak menyangka ketika lulus Sarjana Muda,
tiba-tiba saja ia diangkat menjadi pegawai negeri di Dinas Kebudayaan dan Permusiuman, Provinsi DKI Jakarta, tanpa melalui tes seleksi.

Sejak itu Elly mulai melakukan riset terhadap budaya Betawi yang melahirkan tari Betawi. Eksplorasinya berlanjut ke pedalaman suku Dayak (1974), Sulawesi (1975) hingga menyelami budaya suku Asmat (1986). Bersama almarhum suaminya, Deddy Lutan, penari & koreografer ternama saat itu, mereka berkarya selama kurang lebih 23 tahun membawa nama sanggar tari mereka, Deddy Lutan Dance Company (DLDC). Pasangan ini pun sempat menampilkan para penari suku Asmat keliling Amerika Serikat pada tahun 1989. Misi mereka dalam berkarya adalah mengangkat seni budaya tanpa mencabut akar tradisinya.

Karya-karya Elly lahir dari kegelisahan dan apa yang dirasakan saat itu. Ia mengangkat tokoh- tokoh perempuan dari sudut pandang sebagai sesama perempuan. Elly yang di usia 71 tahun masih aktif mengeksplorasi seni tari tradisi dan menumbuhkan kecintaan anak-anak pada seni tari Nusantara, termasuk kepada cucunya. 

2. Ery Mefri

Ery Mefri mendapatkan penghargaan CHI Awards 2023 dalam kategori Penerus Seni Tari Nusantara. Suara gendang sudah menjadi suara yang sangat familiar bagi pria kelahiran Solok 23 Juni 1958. Maklum, Ery Mefri terbiasa mendengar suara gendang saat ayahnya, seorang maestro Tari dan tokoh tradisi Minangkabau sedang mengajar. 

Ery pun mantap menetapkan pilihan hidupnya menjadi penari sejak di bangku kelas 2 SMP. Ery memutuskan untuk menjadi koreografer dan mendirikan Sanggar Tari Nan Jombang pada 1983. Karya pertamanya berjudul “Nan Jombang”. Nama ini diambil dari sebutan Sang Ayah yang dalam Bahasa Minang berarti 'pria yang ganteng dan berwibawa'.

Nama Ery Mefri muncul ke panggung dunia pada tahun 2004 berkat peran Kementerian Pariwisata lewat Indonesia Performing Arts –ajang tahunan yang mempertemukan para seniman Indonesia dengan para manajer dan pengusaha hiburan dari mancanegara. Tahun 2007 Kelompok Nan Jombang pertama kali diundang tampil ke Brisbane, Australia. dan dilanjutkan ke negara-negara lain. Karyanya yang paling sering ditampilkan di mancanegara adalah “Rantau Berbisik” diangkat dari kisah Ery saat merantau ke Jakarta.

Di usianya yang 65 tahun Ery sangat bahagia bisa menggelar 'Perayaan Akbar 40 tahun Ery Mefri Berkarya” di Ladang Tari Nan Jombang, Padang. Ia pun senang bisa meresmikan museum tari dan peluncuran buku biografinya berjudul, “Salam Tubuh pada Bumi”.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."