Didedikasikan untuk Para Guru, Wregas Bhanuteja Ungkap Inspirasi Film Budi Pekerti

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Wregas Bhanuteja/Foto: Instagram/Wregas Bhanuteja

Wregas Bhanuteja/Foto: Instagram/Wregas Bhanuteja

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaFilm Budi Pekerti menjadi salah satu film Indonesia yang sukses di kancah internasional. Kecerdasan Wregas Bhanuteja selaku sutradara sekaligus penulis dari film ini membuat Budi Pekerti bisa tayang perdana di Toronto International Film Festival (TIFF) 2023, jadi pembuka di Jakarta Film Week 2023, dan mendapatkan 17 nominasi di Festifal Film Indonesia (FFI) 2023. 

Film produksi Rekata Studio dan Kenanga Pictures ini berhasil menjadi film dengan nominasi terbanyak di FFI. Dengan sederet prestasinya, film ini dinilai cukup relate dengan menggambarkan masalah kehidupan keluarga yang universal meskipun berlatar di Indonesia, tepatnya di Yogyakarta, Jawa Tengah. 

Kepada awak media dalam konferensi pers yang digelar di XXI Plaza Indonesia pada Senin, 30 Oktober, Wregas Bhanuteja menceritakan proses kreatifnya dalam menggarap film ini. 

Bikin Film Budi Pekerti, Wregas Terinspirasi Sosok Ini

Poster film Budi Pekerti karya sutradara Wregas Bhanuteja.

Sang sutradara mengaku ada dua hal yang menjadi inspirasi utamanya dalam membuat film ini. Pertama, saat dua tahun lalu di masa pandemi, dia sering melihat banyaknya sosok ibu atau bapak yang mengumpat dan diunggah di media sosial. Video-video tersebut akhirnya viral dan memicu perbincangan publik. Tak jarang, sampai membuat netizen berkata kasar lewat ketikan di media sosialnya. Sebut saja ketika orang tua komplain soal paket yang diterimanya tak sesuai kemudian beberapa hari kemudian video marah-marah itu beredar di internet.

Selain itu, Wregas juga terinspirasi dari guru-guru viral yang kerap memberi hukuman pada siswa. “Misalnya ada video guru yang sedang memberikan hukuman pada siswanya kemudian direkam dan disebarkan di media sosial. Kemudian pihak orang tua tidak terima hingga besoknya guru tersebut di-bully,” kata Wregas.

Dua hal itulah yang menginspirasi Wregas dalam menghadirkan sosok Bu Prani. Karakter utama yang menjadi alur penggerak film dan diperankan oleh Sha Ine Febriyanti. Wregas pun mengaku mempersembahkan film ini untuk guru-guru di Indonesia sebagai bentuk apresiasinya atas jasa mereka dalam mendidik putra-putri bangsa.

Terinspirasi dari Memori Masa Kecil

Selain 2 hal yang kerap menjadi masalah sosial akhir-akhir ini, Wregas sendiri menghadirkan film ini sebagai upaya membangkitkan kenangan masa kecilnya. Pemilihan latar yang berlokasi di Yogyakarta menjadi salah satu inspirasinya dalam membangun cerita di film Budi Pekerti.

“Saya menghadirkan film ini dengan proses syuting yang semuanya dilakukan di Yogyakarta. Hal ini karena saya ingin mengenalkan tempat masa kecil saya dan saya merasa orang-orang harus melihat karya yang sangat saya pahami dengan latar sangat menggambarkan sosok saya. Ada 40 titik lokasi di Yogyakarta yang semuanya merupakan kenangan masa kecil saya,” tutur Wregas.

Tak hanya itu, lokasi syuting yang menjadi sekolah tempat Bu Prani mengajar di film ini juga merupakan SMP Wregas sendiri saat masih tinggal di sana. “Ini SMP saya, 2 guru yang ada di adegan memberikan kain jarik kepada Bu Prani mendekati scene akhir adalah guru BK asli saya,” ujar Wregas.

Dalam scene pembuka yang menjadi pemicu konflik dalam film ini, yakni saat Bu Prani mengantre untuk membeli putu, ini juga terinspirasi dari kenangan masa kecil sang sutradara. “Putu adalah makanan masa kecil saya, saya bisa membelinya sampai 30 buah dan menghabiskannya sendiri karena saking sukanya dengan jajanan tradisional tersebut,” ucap Wregas Bhanuteja sambil mengenang masa kecilnya yang jadi inspirasi di balik fim Budi Pekerti.

Pilihan Editor: Prilly Latuconsina Belajar Bahasa Jawa Selama 3 Bulan Demi Film Budi Pekerti

INTAN SETIAWANTY | ISTIQOMATUL HAYATI 

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."