Tips Membangun Bisnis Melalui Marketing Media Sosial, Mulai dari Belajar Storytelling

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ada beberapa ide bisnis online yang menguntungkan. Foto: Pexels

Ada beberapa ide bisnis online yang menguntungkan. Foto: Pexels

IKLAN

Sehingga, lanjut Dya Loretta, misalnya ketika seseorang menjual gorengan, tidak sekadar menampilkan foto dan harganya. "Bukan itu saja, tapi sampaikan pesan bahwa gorengan ini menemani saya dan anak saat ngobrol di rumah, gorengan ini untuk menyambut ayah pulang kerja, setelah gorengan dinikmati, barulah saya minta tambahan uang bulanan. Nah, konsep-konsep storytelling seperti itu yang perlu diasah dan dikembangkan."

Dya Loretta juga menyebutkan, orang Indonesia paling banyak menggunakan media sosial. Bahkan di Asia, Indonesia menempati urutan nomor satu paling banyak menggunakan media sosial. Ada tiga platform yang paling banyak digunakan yaitu WhatsApp, Instagram , dan TikTok. Ketiga alat sosmed ini perlu digunakan oleh para pengusaha dari mulai mikro sampai pengusaha besar. "Sosial media harus dikelola untuk kebutuhan entrepreneurship," ucap founder Marcommads Edulearn Centre ini.

Jadi untuk tahap pertama, kata Dya Loretta, setelah ada materi untuk dijadikan konten, ceritakan soal kedekatannya bersama keluarga. Lalu, posting ke media sosial minimal IG, buat video singkat disertai musik. Kemudian, kirim link-nya ke grup WA. "Begitu alurnya, sesimpel itu. Jangan hanya membagikan berita-berita yang lagi ramai. Kenapa tak coba kirimkan produk-produk yang dibikin atau bagikan inspirasinya. Meski soal jualan gorengan, tapi ada cerita dibalik gorengan itu. Atau, soal hubungan baik antara anggota keluarga, itu bisa meningkatkan perekenomian," papar Business Owner Binaya Komunikasindo Grup ini.  

Lalu bagaimana cara meningkatkan interaksi dengan konsumen atau yang sering diistilahkan dengan engagement? Dya Loretta menjawab, kembalikan ke unsur-unsur yang sangat personal atau memiliki kedekatan, namun yang diangkat adalah produknya. "Jadi, engagement-nya itu ke arah yang humanis tentang sebuah cerita, bukan hanya soal diskon harga. Orang-orang senang dengan storytelling. Itu salah satu yang bisa kita lakukan," jelasnya.

Dya Loretta pun menyontohkan konten-konten yang sangat personal. "Bagaimana mengasuh anak, bagaimana anak tidak susah makan, bagaimana anak bisa lepas dari gadget.  Lalu, tambahkan produk-produk yang terkait dengan keluarga. Jadi, konten yang mengandung unsur manfaat. Jadi kontennya mulai pelan-pelan diubah. Lakukan kegiatan siaran langsung atau live sambil memegang produk yang dijual, misalnya," ucapnya. 

Contoh lain, kata Dya Loretta, kalau suka memasak, buat konten dan tawarkan ke lingkungan terdekat agar dapat memesan. "Jadi, kami latih dari awal banget. Kami ajarkan bagaimana membuat dan mengelola sosmed, bagaimana membuat logo, membuat layout hingga kemasan. Kemudian, bagaimana cara menawarkan produknya dengan kirim ke banyak nomor kontak di WA atau melalui landing page. Posting di berbagai e-commerce dan sebarkan link-nya sehingga konsumen pun bisa order lewat e-commerce. Mereka diajarkan soal sosmed hingga ke digital marketing-nya. Para perempuan yang ikut dalam pelatihan ini penjualannya dinaikin," jelasnya.

Ketika penjualan sudah meningkat, kata Dya Loretta, maka perekomian keluarga juga akan naik. "Peserta pelatihan didorong lagi untuk memikirkan bagaimana produknya, bagaimana membuat PT Perseorangan. Kemudian, diajarkan pembukuan untuk UMKM dan sebagainya," jelasnya. 

Tantangan e-Commerce Business di Indonesia

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."