Cegah Obesitas dengan Hitung Kebutuhan Energi

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Seorang wanita mengikuti gerakan instruktur ketika berada dalam kelas aerobik di Los Guidos de Desamparados, Kosta Rika, 23 Juli 2015. Menurut survei nasional perempuan Kosta Rika dengan obesitas mencapai 77.3 persen. REUTERS/Juan Carlos Ulate

Seorang wanita mengikuti gerakan instruktur ketika berada dalam kelas aerobik di Los Guidos de Desamparados, Kosta Rika, 23 Juli 2015. Menurut survei nasional perempuan Kosta Rika dengan obesitas mencapai 77.3 persen. REUTERS/Juan Carlos Ulate

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Kasus obesitas semakin bermunculan di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu yang cukup menghebohkan adalah kasus mendiang M Fajri yang bobotnya mencapai 300 kilogram dan sempat ditangani di RS Cipto Mangunkusumo.

Dokter spesialis penyakit dalam dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Dr. dr. Em Yunir, SpPD., KEMD membagikan cara praktis menghitung kebutuhan energi berdasarkan aktivitas untuk mencegah obesitas.

Pengurus Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) itu menjelaskan menghitung kebutuhan energi berdasarkan aktivitas harus disesuaikan dengan tinggi badan dan berat badan yang dimiliki saat ini. "Jadi, kita lihat karakternya, kita bisa lihat apakah penampilannya gemuk, normal, atau kurus," kata Yunir dalam bincang-bincang kesehatan yang digelar virtual, Senin 10 Juli 2023.

Untuk mengetahui berat badan kurus, normal, atau gemuk, dapat dilakukan dengan menghitung Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). Caranya, berat badan dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter.

Jika BMI kurang dari 18,5, maka statusnya adalah kekurangan berat badan (kurus). Sedangkan jika BMI 18,5 hingga 24,9 adalah ideal, dan jika BMI 25 hingga 29,9 adalah kelebihan berat badan (gemuk).

Yunir mengatakan orang yang memiliki badan gemuk membutuhkan 20-25 kalori per kilogram berat badan jika dia menjalani aktivitas ringan, kemudian 30 kalori per kilogram berat badan jika aktivitas sedang, dan 35 kalori per kilogram berat badan jika aktivitas berat.

Sedangkan orang yang memiliki berat badan normal atau ideal membutuhkan 30 kalori per kilogram berat badan jika beraktivitas ringan, 35 kalori per kilogram berat badan jika beraktivitas sedang, dan 40 kalori per kilogram berat badan jika beraktivitas berat.

Sementara itu, orang dengan berat badan kurus membutuhkan 35 kalori per kilogram berat badan jika beraktivitas ringan, 40 kalori per kilogram berat badan jika beraktivitas sedang, dan 40-50 kalori per kilogram berat badan jika beraktivitas berat.

Untuk menghitung kebutuhan energi, kalikan berat badan dengan kebutuhan kalori berdasarkan aktivitas dan kategori status berat badan. "Contoh, orang dengan tinggi badan 160 centimeter, berat badan ideal 54 kilogram, aktivitasnya ringan. Sehingga untuk aktivitas dia sehari-hari sebenarnya cukup kalau dia makan 1.700 kalori sehari (54x30=1.620, dibulatkan jadi 1.700)," kata Yunir menjelaskan.

Menurut Yunir, penghitungan kebutuhan energi per kilogram berat badan berdasarkan aktivitas bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara asupan energi yang masuk ke tubuh dengan pengeluaran atau pembakaran energi melalui aktivitas sehari-hari.

Jika asupan energi yang masuk ke tubuh berlebihan dan tidak seimbang dengan yang dikeluarkan, Yunir mengatakan akan terjadi penumpukan lemak dalam tubuh yang pada akhirnya dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas. "Masalahnya, zaman sekarang sangat mudah membeli makanan. Semua jenis makanan yang ada bisa (dibeli) online dengan berbagai macam variasinya. Kemudian, makanan enak itu yang manis-manis dan mengandung lemak tinggi sehingga, input-nya akan menjadi tinggi," ujar Yunir.

Jika seseorang kurang beraktivitas fisik sementara asupan kalori banyak, kalori tersebut tidak terbuang. Dalam jangka panjang, kata Yunir, kelebihan input makanan atau kalori menyebabkan penumpukan lemak di dalam tubuh. "Kelebihan makan sebesar 500 kalori, dalam satu bulan bisa menumpuk sel lemak sekitar 2 kilogram," kata Yunir melanjutkan.

Kemudian ketika seseorang mulai mengalami kegemukan, sel-sel lemak yang menumpuk akan mengeluarkan zat beracun yang dapat menyebabkan peradangan. "Jadi, dalam sistem tubuh kita, terjadi peradangan yang meluas, yang menyebabkan insulin tidak maksimal, kemudian hormon leptin juga menjadi menurun fungsinya, ada keracunan yang disebut sebagai lipotoxicity, kolesterol tinggi, dan beberapa hal yang menyebabkan risiko diabetes menjadi lebih besar," kata Yunir.

Pilihan Editor: Tanpa Operasi dan Endoskopi, Obesitas Bisa Diatasi dengan Menelan Kapsul Balon

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."