Hari Ibu, Komunitas bisa Menjadi Support System bagi Korban Mom Shaming

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ilustrasi ibu bersedih. Foto: Freepik

Ilustrasi ibu bersedih. Foto: Freepik

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta -  Momen Hari Ibu tidak hanya merayakan euforianya, tetapi juga menjadi wujud nyata saling dukung antar-perempuan. Salah satu masalah yang dihadapi oleh ibu masa kini ialah mom shaming, baik secara langsung atau melalui media sosial. 

Mom shaming ialah suatu perbuatan mencela dan mengecilkan orang lain dengan mengomentari aspek tertentu. Mom shaming biasanya berbentuk nasihat dari orang yang merasa lebih berpengalaman. Namun, cara penyampaian yang tidak tepat sehingga menimbulkan kesan negatif dan parahnya membuat korban merasa buruk atau bersalah atas apa yang dipilihnya. 

Hal tersebut juga dikuatkan oleh pendapat Founder Komunitas MotherHope Indonesia Nur Yana Yirah yang selama ini concern pada isu Baby Blues Syndrome dan Post Partum Depression. Menurutnya, mom shaming merupakan tindakan bullying atau mempermalukan, menyindir, dan menghakimi terkait pilihan hidup dan parentingnya. Mom shaming bisa berupa intimidasi maupun komentar pasif agresif yang bisa dilakukan secara langsung maupun di media sosial. 

"Alasan mereka melakukan mom shaming untuk memperkuat pilihan mereka sendiri karena rasa tidak aman dan ketakutan yang mendalam. Selain itu, mereka begitu juga karena insecure dan ingin dimengerti dengan cara menjatuhkan orang lain. Bisa juga merasa dominan atau superior, merasa pendapatnya yang paling bener, kurang toleran, perfeksionis, dan idealis," ungkap Yana melalui pesan instan, Kamis, 22 Desember 2022. 

Founder Komunitas Mother Hope Indonesia, Nur Yana Yirah/Foto: Doc. Pribadi

Menurut ibu dua anak ini bentuk mom shaming antara lain; mencela tubuh ibu pascapersalinan, mengkritik tajam pilihan ibu untuk memberikan ASI atau susu formula kepada bayinya, mengkritik pilihan metode persalinan ibu, mengkritisi pilihan ibu untuk menjadi stay at home mom atau berkarier di kantor, dan membandingkan-bandingkan tumbuh kembang anak.

"Efek mom shaming membuat korban merasa insecure dan mempertanyakan kemampuannya sebagai seorang ibu. Kerap kali ibu juga merasa takut berinteraksi di sosial media, merasakan kecemasan, kepanikan hingga gangguan tidur," tambahnya. 

Tentu saja para ibu membutuhkan dukungan atau support system saat menjadi korbn mom shaming, di situlah peran komunitas menjadi penting. "Mengurus 57 ribu anggota bukanlah hal yang mudah. Ada kalanya mom shaming terjadi karena ibu memutuskan untuk ke psikiater atau psikolog, mengonsumsi obat-obatan psikiatri. Beberapa orang yang tidak paham kerap menstigma ibu kurang iman atau kurang bersyukur."

Yana bersyukur, hal tersebut bisa di atasi setelah pihaknya memberikan edukasi kepada member dan mencontohkan secara langsung bagaimana memberikan dukungan yang positif dan penuh empati. Para member juga berkontribusi dalam melaporkan akun yang kerap menghakimi sesama agar admin bisa menegur dan mengeluarkan dari grup.

Sebagai komunitas kelompok dukungan untuk para ibu yang mengalami masalah dan gangguan kesehatan jiwa, MotherHope Indonesia berusaha untuk memberikan ruangan yang aman dan nyaman, tanpa stigma, dan penghakiman. Dalam pertemuan kelompok dukungan sebaya misalnya memberikan aturan yang jelas, misalnya do and don't to say, dan tidak membandingkan atau tidak menasihati jika tidak diminta.

"Kami juga memberikan training kepada para fasilitator atau peer group leader sebelum melakukan kelompok dukungan sebaya. Selain itu kami juga tidak melakukan self-diagnosis, saran medis atau terapi. Kami menjadi penghubung antara ibu dengan tenaga profesional," paparnya. MotherHope Indonesia juga selalu mengingatkan akan culture yang dimiliki, antara lain saling mendukung dan menghormati perbedaan, dan menghargai keputusan yang diambil oleh ibu lain. 

Baca: Hari Ibu, Ini 5 Alasan Utama Seseorang menjadi Pelaku Mom Shaming

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."