Jangan Diatur-Atur, Pahami Minat dan Bakat Anak Lewat Permainannya

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Jennifer Lopez bermain-main bersama anak kembarnya, Emme dan Max, ditemani dengan pacar barunya Casper Smart di Malibu, Amerika Serikat. Celebbabylaundry.com

Jennifer Lopez bermain-main bersama anak kembarnya, Emme dan Max, ditemani dengan pacar barunya Casper Smart di Malibu, Amerika Serikat. Celebbabylaundry.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Setiap orang tua pasti ingin mendukung minat dan bakat buah hatinya agar berkembang secara optimal, salah satu cara untuk mengetahui minat anak adalah dengan mengamati buah hati saat bermain leluasa sesuka hati tanpa aturan saklek.

"Kalau dikaitkan dengan passion dan bakat, paling mudah digali dari bermain dibandingkan dengan cara mengobrol, terutama saat anak masih kecil," kata psikolog Putu Andani di acara bincang-bincang di Jakarta, Kamis 15 Juli 2022.

Sesi bermain yang efektif dapat mendorong imajinasi dan kreativitas, mendorong perkembangan sosial dan emosional, meningkatkan kemampuan berbahasa dan komunikasi, mengembangkan kemampuan berpikir, belajar, memecahkan masalah, dan dapat meningkatkan perkembangan fisik.

Ketika anak bermain dan merasa aman serta nyaman, mereka bisa menyalurkan berbagai emosi, begitu juga ide yang ada di dalam kepalanya. Kreativitas mereka akan mengalir bebas, terutama bila orang tua menerapkan free play, yakni konsep bermain di mana anak yang memegang kontrol. Orang tua harus menahan diri untuk tidak memberikan arahan atau instruksi.

Sebagai contoh, anak memilih untuk merakit sebuah mobil. Tahan diri untuk berkomentar ketika melihat anak membuat mobil hanya dengan tiga roda, bukan empat seperti mobil pada umumnya. Tunggu dan amati apa ide yang sedang tersalur dari kepalanya.

Bila idenya disanggah, dikhawatirkan gagasan yang sudah dipikirkan anak jadi menguap. Dengan melihat bagaimana anak bermain kala dibebaskan, orang tua bisa belajar memahami ke mana arah minat dan bakat sang buah hati.

Free play sebaiknya dijadwalkan setiap hari, setidaknya 20-30 menit per hari. Carilah waktu yang tepat ketika orang tua sudah lebih leluasa untuk mencurahkan perhatian untuk anak, saat beban pekerjaan lainnya sudah terasa ringan.

Bila tak sempat setiap hari, orang tua bisa memulainya dengan jadwal beberapa kali dalam sepekan. Jika memungkinkan, orang tua betul-betul fokus berinteraksi dengan anak, jauhkan dulu gawai meski tujuannya ingin mengabadikan momen.

"Free play itu special time, biar anak memahami ini special time mereka, spesial ya pusatnya mereka. Kalau begitu, gadget tak boleh jadi pusat perhatian kita. Konten bisa di waktu lain, saat special time gadget off dulu," ujar dia.

Selain free play, role play alias bermain peran seperti dengan boneka juga salah satu jenis permainan yang penting untuk mendukung tumbuh kembang anak. Lewat bermain peran, anak bisa mengekspresikan emosi yang ada, termasuk mencoba peran yang selama ini tak pernah bisa ia rasakan. Dalam kehidupan sehari-hari, anak kerap harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh orang tua. Ketika bermain peran, anak bisa mencoba jadi sosok yang berbeda, misalnya menjadi guru, sementara orang tua berakting sebagai murid.

"Menurut penelitian, anak yang sering terpapar imaginative play menunjukkan regulasi emosi lebih baik dan ekspresi kemarahan menurun. Bermain imajinatif baik sekali untuk perkembangan fisik, emosi, kesehatan mental," kata dia.

Hal lain yang tak kalah penting adalah kedua orang tua harus menyempatkan waktu untuk bermain bersama anak, baik bersama-sama atau masing-masing. Baik ayah maupun ibu harus punya waktu khusus bersama anaknya. "Karena mungkin ada hal-hal yang ingin anak sampaikan ke salah satu saja," katanya.

Dengan melewatkan waktu khusus bersama ayah atau ibu, anak bisa belajar mengenai sisi maskulin dan feminin manusia yang nantinya akan berpengaruh terhadap diri anak. "Anak tetap butuh pengaruh dari kedua belah pihak, anak perempuan belajar dari ayahnya, anak laki-laki juga penting belajar dari ibunya. Banyak skill yang perlu ditularkan, termasuk memasak yang bukan skill feminin, melainkan life skill," katanya. 

Baca: 41 Persen Orang Tua Masih Tidak Bisa Temukan Minat dan Bakat Anak

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."