Gaya Kain Batik Tulis pada Busana Pernikahan Bernuansa Oriental dan Jawa

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Garuda Kencana Batik x Henri Winata/Foto: Doc. Pribadi

Garuda Kencana Batik x Henri Winata/Foto: Doc. Pribadi

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Dalam pernikahan, mempelai pria juga berhak mendapat sorotan yang sama terkait pakaian yang mereka kenakan. Untuk menghindari kesan monoton, pemilihan kain, adat, dan gaya busana pernikahan bagi mempelai pria bisa menjadi bahan pertimbangan.

Kebutuhan itu coba ditawarkan oleh Garuda Kencana Batik lewat kolaborasi yang dilakukan bersama Henri Winata Bespoke Menswear. Dalam kolaborasi ini, Founder Garuda Kencana Batik, Yos Christian Addyputra dan Henri Winata, mengajak masyarakat Indonesia untuk melirik kain batik yang merupakan warisan wastra Nusantara di hari besar mereka, baik saat momen lamaran maupun hari pernikahan.

"Selama ini banyak orang memakai pakaian adat masing masing untuk acara pernikahan. Kami berpikir kenapa tidak pakai kain batik saja yang merupakan kain budaya asli Indonesia," kata Yos.

Menariknya, Yos dan Henri tak hanya menghadirkan pakaian mempelai pria yang biasa, tetapi dalam beberapa pilihan gaya mulai dari Batik Changshan Jacket, Batik Mandarin Collar, dan Batik Kerah Koko.

Batik Changsan Jacket sendiri hadir dengan motif batik naga dan mega mendung dengan pilihan warna porcelain, yang cocok dikenakan saat acara sangjit dalam budaya China.

Sementara Batik Mandarin Collar hadir dalam motif burung phoenix berwarna merah yang cocok dikenakan untuk prosesi pernikahan budaya China sebagai pilihan yang lebih simpel namun tetap elegan.

Terakhir Batik Kerah Koko hadir dengan potongan kerah koko, didesain dengan motif batik yang lebih klasik sebagai persembahan untuk budaya tradisional Indonesia.

"Kami ingin membuktikan bahwa batik tidak hanya bisa dibuat menjadi kemeja dengan kerah biasa tapi juga bisa dijadikan Changsan Jacket, Mandarin Collar serta kemeja dengan kerah koko yang mana tidak hanya bisa dipakai untuk bekerja saja, tapi juga momen pernikahan," tambah Henri.

Yos dan Henri sadar bahwa dalam momen pesta pernikahan, batik lebih umum dikenakan oleh keluarga dan kerabat pemangku hajat maupun tamu undangan. Untuk itu, pilihan batik tulis serta potongan gaya yang berbeda sangat diperlukan untuk membedakan mempelai pria dengan tamu yang hadir.

"Kami di sini memikirkan jika baju pengantin sama seperti tamu, menjadi kurang oke apalagi pengantin adalah pusat perhatian di acara itu. Jadi kami hadirkan solusi di mana baju batik mempelai pria akan lebih stand out dan tidak sama dengan tamu di acara," ungkap pengusaha batik berusia 28 tahun tersebut.

Ilustrasi batik. TEMPO/Aris Andrianto

Tantangan Mempersatukan Dua Budaya dalam Balutan Pakaian Pernikahan

Baik Yos dan Henri menyadari bahwa apa yang mereka tawarkan merupakan hal baru dan cukup berbeda. Tak ayal keduanya menemukan beberapa tantangan dalam upaya mengawinkan dua budaya yang ada di Indonesia.

Bagi Henri sendiri, mempertahankan motif tetap sempurna merupakan hal yang cukup sulit. Apalagi batik memiliki nilai luhur yang tak terhingga bukan hanya karena filosofi motifnya, tetapi juga karena dibuat oleh tangan orang-orang kreatif.

"Batik adalah salah satu outfit yang memberikan tampilan mahal. Batik tulis digambar tangan dengan detail yang banyak. Namun membuat pakaian batik juga perlu cutting yang bagus, bukan sekadar kemeja biasa. Dari konsumen kita berusaha untuk menyesuaikan dengan bentuk badan konsumen, supaya batik tetap terlihat baik," tambah Henri yang merupakan fashion designer muda dan Master Tailor dari Henri Winata Bespoke Menswear.

Sementara bagi Yos, motif batik peranakan yang baru muncul di abad 16 membuat pilihan motif dalam kolaborasi ini menjadi perhatian khusus.

"Baju Changsan umumnya hadir dengan motif yang polos, meski ada motif phoenix di bagian tengah, tapi di bagian kanan dan kiri hanya ada motif awan atau polos. Sementara motif batik umumnya penuh karena semakin ramai motifnya, semakin batik tersebut memiliki nilai," kata Yos yang juga menjabat sebagai Creative Director Garuda Kencana Batik tersebut.

Untungnya, ia dan Garuda Kencana Batik sudah terbiasa menghadirkan motif batik kontemporer seperti macan, naga, phoenix, sehingga membutuhkan sedikit penyesuaian agar menghasilkan produk batik yang pas dan sempurna.

Berbekal pengalamannya semenjak 2011, membuat batik membutuhkan keahlian khusus daripada membuat kemeja polos biasa Henri akan menyesuaikan cutting dan pola dari bahan batik yang digunakan sampai menjadi produk pakaian jadi.

"Ketika membuat batik, lining itu sangat penting. Batik berbahan sutera, bagian dalamnya akan diberi katun agar hasil lebih optimal dan bisa menopang sutra yang lembut, serta memberikan ruangan untuk badan bernafas dan tergantung kembali outfit apa yang ingin kita buat, changshan jacket tidak bisa disamakan dengan treatment kemeja, semua ini membutuhkan keahlian khusus dan jam terbang" tambah Henri.

Terkait pakem motif dan gaya, Yos mengatakan tidak ada elemen sakral yang coba dilawan atau dihilangkan lewat tiga gaya pakaian pernikahan pria yang mereka tawarkan. Hanya saja Yos dan Henri tetap ingin mempertahan beberapa hal.

Misalnya pakaian Changsan untuk pria biasa dikawinkan dengan Cheongsam untuk wanita. Baik Changsan dan Cheongsam ini umumnya tersedia dalam motif-motif seperti phoenix atau merak.

"Karena Changsan sudah paten terlihat oriental, jadi kami pilih motif batik yang terlihat oriental. Jadi bagaimana caranya kami misalnya mencari naga dari budaya Tionghoa baik dari muka, tangan sampai kaki.

Saat ini Garuda Kencana Batik dan Henri Winata Bespoke Menswear menyediakan layanan mulai dari pemilihan motif, desain outfit sesuai keinginan dan juga dibuat secara handmade.

Baca: Gaya Kondangan Puput Nastiti Devi, Pakai Kebaya dan Kain Batik

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."