Jangan Tunggu Sakit, Deteksi Dini Penyakit di Ginjal dengan Tes Urine

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi ginjal. webmd.com

Ilustrasi ginjal. webmd.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Penyakit pada ginjal semisal peradangan bisa dideteksi dini salah satunya melalui tes urine. Hal itu diungkapkan Sekjen Indonesian Society of Hypertension (InaSH), dokter spesialis penyakit dalam Djoko Wibisono.

Tes urine dilakukan untuk mengetahui kadar protein, rasio albumin dan kreatinin dalam urine. "Deteksi dini penting. Kalau ada protein di urine itu sudah merupakan tanda kerusakan ginjal secara dini. Deteksi secara terus menerus untuk mengetahui adanya penyakit ginjal kronik," kata dia dalam sebuah konferensi pers virtual, Jumat 17 Februari 2022.

Djoko mengatakan, tes urine bahkan bisa dilakukan pada bayi untuk mengetahui ada tidaknya protein dan sel darah merah di dalam urine-nya, yang menjadi tanda dini penyakit autoimun atau peradangan di ginjal. "Tidak jarang masih balita bisa cuci darah karena penyakit autoimun, penyakit peradangan ginjal. Harus dideteksi dini urine-nya. Bayi pun harus dideteksi jangan sampai urinenya ada protein, sel darah merah. Itu tanda dini. Hanya urine saja," kata dia.

Selain tes urine, pemeriksaan darah juga disarankan untuk menilai kinerja ginjal dengan melihat kadar limbah dalam darah seperti ureum dan kreatinin. Tes urine dan darah juga bisa membantu mendeteksi ada tidaknya peradangan di ginjal.

"Kalau mau mendeteksi dini melihat kreatininnya, urinenya ada kebocoran protein. Ini tidak mahal. Ini dianjurkan pada masyarakat supaya jangan tunggu sakit baru check-up. Tes darah untuk melihat sisa-sisa metabolisme tubuh seperti ureum dan kreatinin, tes urine sangat terjangkau biayanya," kata Djoko.

Untuk memastikan kondisi ginjal juga bisa melalui imaging seperti USG, MRI dan CT-Scan untuk melihat struktur dan ukuran ginjal serta biopsi ginjal yakni mengambil sampel kecil dari jaringan ginjal untuk menentukan penyebab kerusakan ginjal.

Penyakit ginjal pada stadium 1 atau 2 tidak memunculkan gejala sebelum memasuki kategori lanjut. Saat kondisi lanjut, pasien umumnya merasakan masalah seperti kram otot dan kejang otot, kehilangan berat badan, kehilangan nafsu makan, lemas, menurunnya ketajaman mental.

Tanda lainnya antara lain wajah pucat, mual, muntah, sesak, kejang, pembengkakan pada pergelangan kaki, kaki atau tangan, tekanan darah yang sulit dikendalikan, sesak napas, gangguan tidur hingga disfungsi ereksi. "Timbul gejala kalau sudah derajat lanjut yakni 3,4 atau 5. Kalau sudah terkena kia bisa mengobati atau menghambat penyakitnya," kata kata Djoko yang juga menekankan pentingnya gaya hidup sehat sebagai upaya memperlambat perburukan penyakit.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."