EVLA dan RFA Bisa Jadi Pilihan Tangani Varises dan Tiroid

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Varises. Usaveinclinics.com

Varises. Usaveinclinics.com

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaVarises merupakan salah satu penyakit yang sering disepelekan oleh masyarakat. Efek dari penyakit varises memang bisa ringan atau sekedar masalah kosmetik saja, tetapi jika tidak diterapi dengan baik penyakit ini bisa menimbulkan dampak serius pada kesehatan seperti pembengkakan pada kaki. Dampak lainnya, kaki menjadi lebih berat, kebas, pegal dan kesemutan. Pada fase ini pasien dengan penyakit varises bisa merasa terganggu saat melakukan aktivitas fisik.

Keluhan pegal sampai kram biasa timbul pada malam hari atau setelah berjalan dan melakukan aktivitas yang berlebihan. Bahkan pada kondisi yang jauh lebih serius, varises bisa menimbulkan luka yang sulit sembuh hingga bertahun-tahun. Oleh karena itu penanganan varises harus dilakukan dengan metode yang tepat sesuai dengan tingkat keparahannya.

Dulu pengobatan varises dilakukan dengan prosedur pembedahan yang memerlukan luka sayatan cukup besar sekitar 3-4 centimeter untuk mengambil varisesnya. Kini varises bisa diobati dengan prosedur bedah yang minim luka, bahkan hanya dengan sayatan kecil. Dokter Spesialis Bedah Toraks, Kardiak dan Vaskular Bethsaida Hospital, Wirya A. Graha mengatakan dengan terapi pengobatan varises, Endovenous Laser Ablation (EVLA), luka pasien hanya sekitar 1-2 milimeter yang akan menghilang dalam waktu 1-2 minggu. "Terapi EVLA terbukti aman dan efektif untuk mengobati varises,” katanya dalam keterangan pers yang diterima Cantika pada 27 Januari 2022.

Dengan terapi EVLA, vena yang melebar dan membengkak akan di ablasi dengan energi panas dari laser sehingga vena akan mengecil dan peredaran darah menjadi normal. Setelah tindakan, pegal dan keram akan berkurang, lalu dalam waktu 3-4 minggu varises akan hilang dan bekas lukapun akan pulih dengan cepat.

Selain EVLA, Bethsaida Hospital juga memperkenalkan Radio Frequency Ablation (RFA) dan Percutaneous Ethanol Injection Ablation (PEIA) untuk penyakit kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid adalah organ kecil yang terletak di bagian depan leher, melingkari tenggorokan (trakea). Bentuknya seperti kupu-kupu, dengan tangkai kecil (isthmus) di tengah, dan dua sayap (lobus) di kanan dan kiri yang memanjang di sekitar sisi tenggorokan.

Tiroid adalah kelenjar penghasil dua hormon utama, yaitu triiodothyronine (T3) dan thyroxine (T4). Gangguan fungsi dapat berupa hipertiroid jika tubuh membuat terlalu banyak hormon tiroid, sebaliknya jika tubuh membuat terlalu sedikit hormon tiroid, disebut hipotiroidisme. Kedua kondisi ini mempunyai dampak yang serius karena mempengaruhi seluruh metabolisme tubuh. Fungsi hormon tiroid untuk tubuh sangatlah banyak, mulai dari otak, jantung, ginjal, organ reproduksi, liver, saluran cerna, otot dan tulang.

Penyakit tiroid adalah masalah umum yang menyebabkan ketidakseimbangan hormon tiroid dalam tubuh. Saat ini banyak penderita pembesaran tiroid biasanya muncul tanpa gejala, sehingga sulit dirasakan oleh pasien. Sebagian besar bersifat jinak dan tidak membutuhkan pengobatan khusus, namun jika sudah terjadi gejala penekanan atau masalah kosmetik maka pasien perlu segera mendapat penanganan dokter.

Bethsaida Hospital memiliki Diabetic, Endocrine, Metabolic & Thyroid Center untuk menegakkan diagnosa dan terapi kasus diabetes dan tiroid secara komprehensif. Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Diabetes, Endokrin dan Metabolik Bethsaida Hospital dokter Rochsismandoko mengatakan Saat ini sudah dikembangkan tindakan minimal invasif tanpa operasi untuk menghilangkan pembesaran kelenjar tiroid jinak yaitu dengan Radio Frequency Ablation (RFA) dan Percutaneous Ethanol Injection Ablation (PEIA). "Tergantung tumornya padat atau berbentuk kista. Dengan prosedur RFA untuk tumor jinak tiroid maka benjolan tiroid dapat berkurang antara 47,7 hingga 96,9 persen,” kata Rochsismandoko.

Terapi RFA tidak membutuhkan sayatan dan hanya menggunakan pembiusan lokal, sehingga pasien lebih nyaman, aman dan persiapan untuk tindakan juga jauh lebih sederhana. Lama tindakan kurang lebih 1 jam dengan masa observasi setelah tindakan antara 10-12 jam. Efek samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri, panas atau bengkak di leher yang sebagian besar akan sembuh sendiri tanpa memerlukan obat.


Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."