Demi Tubuh Ideal, Banyak Remaja Putri Malah Alami Anemia

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi diet. on.net.mk

Ilustrasi diet. on.net.mk

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Mayoritas remaja putri di Indonesia mengalami anemia akibat keinginan untuk memiliki tubuh ideal. Mereka membatasi asupan mereka agar berat badannya tidak bertambah. Jika pola hidup terus berlanjut bahkan terus dijalankan sampai memasuki dunia pernikahan, para perempuan dengan anemia ini bisa membahayakan diri dan anak mereka. Para calon ibu ini juga bisa melahirkan anak-anak stunting.

“Saya pernah nih ngalamin, ada perempuan diet hanya supaya masuk ke baju pengantin, supaya muat. Ujung-ujungnya kan jadi pengantin memang kelihatannya kurus tapi malnutrisi, karena anak ini nggak makan,” kata Ahli Gizi DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum dalam Live Instagram bersama Cantika pada Jumat, 28 Januari 2022.

Tingginya keinginan dan tekanan bagi para remaja khususnya perempuan untuk memiliki tubuh ideal, membuat mereka menghalalkan segala cara agar kurus. Salah satunya adalah dengan mengurangi porsi makan secara ekstrim bahkan tidak makan sama sekali. Akibatnya, mereka secara tidak sadar telah mengalami anemia.

Tan mengatakan bahwa berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Republik Indonesia tahun 2018, hampir 40 persen remaja perempuan Indonesia mengalami anemia. Ia juga mengatakan bahwa perempuan hamil di Indonesia lebih dari 50 persen mengalami anemia. Tan mengingatkan bahwa untuk mengakhiri masalah stunting, hal itu dimulai dari kondisi para calon ibu sejak remaja. Para remaja ini yang nantinya menikah dan mengandung anak-anak Indonesia. "Banyak sekali anak-anak zaman sekarang kalau calon pengantin, calon pasangan muda, itu cuman berpikir tentang mahar, pre-wedding foto, nggak penting banget gitu loh,” ujarnya.

Tan menyatakan bahwa yang paling repot bagi perempuan adalah ketika ia hamil. Jika mengalami kondisi malnutrisi karena perempuan itu lebih mementingkan agar terlihat langsing atau body goals, dan justru mengalami anemia, wanita itu justru berisiko melahirkan anak yang memiliki berat badan rendah. "Anak itu juga akan berisiko terkena anemia, apalagi jika sang ibu tidak menyusui anak," katanya.

Anemia kerap kali tidak bergejala. Gejala anemia umum pada remaja putri yang sering dijumpai adalah sering pusing dan kelopak mata bagian dalamnya alias konjungtiva-nya pucat. “Banyak sekali orang hanya mengatakan konjungtivanya pucat, tapi siapa sih yang mau ngecek konjungtiva kalau nggak spesial ke dokter ya,” kata Tan.

Tan memberikan beberapa saran untuk mencegah anemia pada remaja putri, di tengah keinginan mereka untuk mendapatkan tubuh yang ideal. Hal nomor satu yang paling penting adalah literasi gizi yang mumpuni.

Saat ini semakin banyak anak remaja yang mengikuti gaya hidup budaya Barat. Salah satu yang diikuti adalah menu sarapan mereka. Tan mengatakan sarapan remaja sekarang lebih banyak hanya makan roti atau oatmeal. Tan menilai sarapan menu itu tidak memiliki kandungan gizi lain kecuali karbohidrat. Padahal, Dr. Tan mengatakan bahwa perempuan pun harus memiliki badan yang berisi dan kencang, serta bibir merah tanpa lipstik karena tidak mengalami anemia.

“Anda harus bisa menerapkan isi piringku, ini nggak bikin gendut. Jadi, misal nih kalau kita orang Jawa misalkan ya, misalnya buahnya apa, buah sejuta umat namanya pepaya ya. Sayurnya apa, bikin pecel. Pecel itu kaya loh, di dalam pecel itu kan ada bayam, ada tempe. Nah lalu lauknya apa, misalnya pakai telur pindang, kalau telur rebus nggak enak nggak ada rasa. Lalu, kemudian nggak mau makan nasi nggak apa-apa, ada kentang ada ubi ada singkong ada talas,” katanya.

Tan mengingatkan skema “Isi Piringku Sekali Makan” yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2018 untuk mengedukasi masyarakat dalam memahami porsi makan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Tak hanya literasi gizi, Tan juga menekankan keterampilan remaja dalam membuat meal preparation atau persiapan makan sebagai salah satu cara untuk mencegah mengalami anemia. Tan mencontohkan budaya baik yang sudah ada di Jepang. Sebagai negara yang terkenal mahal itu, masyarakat Jepang tidak malu ketika harus membawa bekal. "Kalau belanja makanan di Jepang bisa bokek, Mbak. Kebanyakan orang Jepang banyak bawa bekal Mbak,” kata Tan.

Tan menjelaskan bahwa dengan keterampilan persiapan makan, itulah yang bisa membuat remaja mempersiapkan kebutuhan makan sehari tiga kali, sehingga gizi pun terpenuhi dan tidak membuat gendut. “Meal prep itu yang membuat Anda bisa makan pagi, makan siang bawa bekal, dan makan malam tinggal diangetin di atas kompor. Hemat, enak, gizinya tertakar, dan kita tahu banget kita mau makan apa,” ujarnya.

Baca: Kenali Gejala-gejala Anemia, Kelelahan hingga Nafsu Makan Berkurang

BERNADETTE JEANE WIDJAJA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."