Benarkah Tahun Baru Bisa Picu Kecemasan dan Depresi? Berikut Penjelasannya

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ilustrasi Depresi (Pixabay.com)

Ilustrasi Depresi (Pixabay.com)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Menyambut tahun baru mungkin bagi banyak orang merupakan hal yang menyenangkan. Namun, ternyata pergantian tahun juga dapat memicu stres yang memuncak bagi orang lain, dan berpengaruh ke kesehatan mental mereka seperti kecemasan dan depresi.

Dikutip dari laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kamis, sekitar 280 juta orang di dunia mengalami depresi. Depresi berbeda dari fluktuasi suasana hati yang biasa dan respons emosional yang berumur pendek terhadap tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama ketika berulang dan dengan intensitas sedang atau berat, depresi dapat menjadi kondisi kesehatan yang serius.

Sementara, Bridges to Recovery Beverly Hills mengatakan bahwa "depresi tahun baru" adalah fenomena nyata.

"Ini adalah fakta yang diketahui dan diteliti bahwa musim liburan memperburuk atau memicu gejala kesehatan mental pada banyak orang. Jika Anda sudah mengalami depresi, sepanjang tahun ini dapat memperburuknya, tetapi bahkan orang yang tidak terdiagnosis penyakit mental pun rentan," kata organisasi tersebut.

"Seluruh musim liburan, dari Thanksgiving hingga Malam Tahun Baru, menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi karena berbagai alasan," imbuhnya.

Stres adalah komponen utama dari fenomena ini. Stres yang terkait dengan membeli hadiah, membuat makan malam besar, dan menghadiri pesta bisa menjadi luar biasa bagi beberapa orang.

Lebih lanjut, harapan dan ekspektasi yang tinggi juga memicu perasaan buruk, terutama jika Anda tidak dapat memenuhinya.

Alasan selanjutnya adalah keuangan, yang menyebabkan banyak kecemasan sepanjang tahun ini, terutama bila ditambah dengan harapan membeli hadiah.

Di masa pandemi COVID-19, beberapa orang akhirnya terisolasi selama liburan, yang dapat memicu kesendirian, kecemasan dan depresi. Kesedihan sering bertambah pada hari libur, terutama jika Anda kehilangan orang yang Anda cintai.

"Kesepian dan isolasi adalah faktor utama. Malam Tahun Baru adalah saat di mana orang diharapkan berada di sekitar teman, berpesta dan mencium seseorang di tengah malam. Jika Anda tidak memiliki hal-hal ini, rasanya seperti gagal," kata organisasi itu.

Isu lain yang berbeda dari sisa musim liburan adalah orang biasanya akan fokus pada refleksi diri. Banyak orang melihat tahun lalu dan melihat banyak kekecewaan. Ini terutama menjadi masalah jika Anda cenderung membandingkan pencapaian Anda sendiri dengan orang lain.

Harapan Malam Tahun Baru sangat besar, tetapi masalah lain adalah harapan untuk awal yang baru.

"Banyak orang merasa seolah-olah liburan yang satu ini harus menentukan nada untuk sisa tahun ini, yang tidak masuk akal. Jika malam tidak berjalan dengan baik, bukan berarti 365 hari ke depan juga akan mengecewakan, tetapi inilah yang dirasakan banyak orang," ujarnya.

Bridges to Recovery memberikan sejumlah langkah kecil yang dapat dimulai untuk menyambut tahun baru bagi mereka yang tengah berjuang dengan kesehatan mentalnya.

Pertama, rangkul tahun baru dengan resolusi kesehatan mental. Hal ini bisa dimulai dari berkumpul dengan orang-orang yang membuat Anda bahagia, fokus terhadap hal-hal yang bisa dikontrol, dan tidak takut untuk meminta bantuan baik dari orang terdekat maupun profesional.

Tentu tidak ada yang salah dari refleksi diri. Namun, Bridges to Recovery menilai berkaca pada pencapaian diri tidak perlu dibandingkan dengan pencapaian orang lain. Hidup bukanlah sebuah kompetisi. Fokuslah untuk perkembangan diri Anda.

Lebih lanjut, memulai rutinitas atau tradisi baru, serta tidak ragu untuk menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Isolasi sosial akan membuat depresi semakin parah. Dukungan kuat dari jejaring Anda bisa membantu Anda.

Baca: Curhat Sandra Bullock Saat Mengalami Gangguan Stres dan Trauma

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."