Hari Ibu, Simak Pentingnya Jeda bagi Ibu dengan Anak Berkebutuhan Khusus

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi ibu dan anak berkebutuhan khusus. Shutterstock

Ilustrasi ibu dan anak berkebutuhan khusus. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Selamat Hari Ibu untuk teman-teman Cantika. Di momen spesial ini, kami ingin berbagi tentang pentingnya jeda untuk ibu dengan anak berkebutuhan khusus. Saat lelah atau penat melanda, jedalah. Menurut psikolog, jangan merasa bersalah untuk jeda karena itulah yang harus dilakukan untuk mengatasi lelah.

“Kelelahan itu sangatlah wajar. Ayah dan ibu harus ada jeda. Jika tidak ada yang membantu mengasuh anak berkebutuhan khusus, hanya ayah dan ibu, tetap buat jadwal jeda secara bergantian,” ungkap psikolog Anisa Cahya Ningrum kepada Cantika via telepon, Sabtu, 18 Desember 2021.

Jeda yang dimaksud Anisa adalah benar-benar tak mengasuh anak untuk sementara waktu. Di masa jeda itu, lanjut Anisa, orang tua diimbau melakukan kegiatan favorit yang menyenangkan.

“Pada saat jeda, ayah atau ibu bisa melakukan relaksasi sendiri. Dengar musik, nonton drama korea, creambath salon, ada yang nyaman menyendiri di kamar sebentar, ada juga senang jalan-jalan ke luar rumah sebentar. Lakukanlah apa pun yang sesuai kesukaan orang tua,” jelasnya.

Berapa lama waktu jeda yang disarankan? Anisa menyebut 30 hingga 60 menit dalam dua kali sehari atau seminggu, tergantung jadwal orang tua.

“Jeda 30-60 menit itu disarankan. Itu sangat ampuh untuk regulasi emosi. Di saat jeda itu, ibu harus belajar relaksasi napas, otot, dan pikiran. Untuk melakukan itu, ibu bisa belajar ke teman psikolog atau terapis dari komunitas. Itu satu kesatuan supaya ibu lebih rileks,” imbaunya.

Anisa juga mengimbau pentingnya mengontrol pikiran-pikiran otomatis negatif atau automatic negative thought agar tak menganggu kepercayaan diri orang tua. Acapkali pikiran tersebut membuat orang tua jadi menyalahkan diri jika tak memenuhi sesuai standar. Ingatlah bu, ada saatnya menurunkan standar jika kondisi tak memungkinkan atau dalam saat mendesak.

“Misalnya suka menyalahkan diri sendiri, mengharuskan dirinya melakukan sesuatu. Contohnya, ‘saya harus bisa’, ‘saya harus menyelesaikan ini’. It’s oke rumah berantakan, it’s oke anak telat mandi atau bahkan ibunya yang tidak mandi. Kata-kata mengharuskan itu diturunkan standarnya,” ujarnya.

Jika dibiarkan pikiran otomatis negatif tersebut, kelebihan-kelebiihan yang dimiliki orang tua jadi tertutupi, bahkah diremehkan oleh dirinya sendiri. “Jadi mereka lupa dia punya kelebihan yang bisa dieksplor. Misalnya ibu dengan anak berkebutuhan khusus jago jadi pembicara, jika waktunya cocok bisa terima kalau ada yang minta jadi pembicara. Cerita kepada orang lain itu meaningful terhadap kepercayaan dirinya,” jelas Anisa.

Jangan lupa "mencuri waktu" untuk jeda ya, bu.

Baca juga: 5 Support System yang Dibutuhkan Ibu dengan Anak Berkebutuhan Khusus

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."