48 Tahun Berakting, Christine Hakim Terima Peran jadi Mak Urut Alat Kelamin

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Christine Hakim. TEMPO/Rully Kesuma

Christine Hakim. TEMPO/Rully Kesuma

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta -  Diangkat dari novel penulis dengan penghargaan internasional Eka Kurniawan, film “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” berkisah tentang Ajo Kawir, seorang jagoan yang tak takut mati.

Hasratnya yang besar untuk bertarung didorong oleh sebuah rahasia — ia impoten. Ketika berhadapan dengan seorang petarung perempuan tangguh bernama Iteung, Ajo babak belur hingga jungkir balik — dia jatuh cinta.

Fakta menarik lainnya adalah film yang diganjar penghargaan ini menampilkan sederet bintang senior dengan porsi sedikit, tetapi menjadi jalinan alur cerita yang tidak bisa dilewatkan. Mulai dari Christine Hakim yang berperan sebagai mak urut alat kelamin pria, Ayu Laksmi menjadi nenek Iteung, Lukman Sardi, Piet Pagau, dan Djenar Maesa Ayu.

Salah satu pengalaman menariknya ialah dari cerita Christine Hakim yang merasa dikerjai sang sutradara Edwin lantaran memilih dia sebagai karakter mak urut alat kelamin pria.

"Saat baca script menjadi ibu treatment untuk laki-laki yang impotensi. Saya pkenapa harus saya, jelas saja saya tidak tahu akan seperti apa. Kebayang deh, selama 48 tahun main film belum pernah ada adegan ciuman dengan lawan main siapa pun, eh sekarang...," seloroh Christine saat press screening, Rabu, 17 November 2021.

Kendati demikian, peran itu menjadi suatu tantangan bagi Christine. Mulai dari look-nya seperti apa, lalu semua tes dilakukan. "Di situlah saya mulai ikhlas menerima dan melakukan dengan sepenuh energi. Semua proses dari awal menikmati," lanjut dia.

Sementara itu, second male Reza Rahadian mengatakan jika bukan kali pertama dirinya meemrankan supporting dan tetap merasa nyaman. "Rasanya tidak insecure, selama saya suka dengan karakter ya saya jalani. Saya rasa, saya juga beruntung terlibat sebagai karakter dalam film ini," ungkapnya.

Press screening film Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas yang meraih hadiah utama Golden Leopard di Locarno Film Festival/Foto: Ecka Pramita

Begitu pula dengan kesan Djenar Mahesa Ayu yang berperan sebagai Rona Merah yang mengatakan rasanya bittersweet bisa memerankan langsung, sebab bagaimana pun juga represi bukan sesuai yang baik, energi inilah yang diteruskan melalui film. Sangat sulit untuk melakukannya, segala hal yang menjadi kontruksi sosial, soal maskulinitas dan feminitas, kekuasaan untuk memanipulasi keadaan.

"Perjuangan panjang, tapi paling tidak ada awareness. Ini adalah sesuatu yang sangat serius, ada unsur kekerasan dan politis, tetapi diceritakan dengan sangat ringan," lanjutnya.

Mengusung tema kisah cinta tragis di dunia yang maskulin, film ini menjadi pernyataan bagi Edwin mengenai toxic masculinity. Edwin yang tak hanya menyutradarai tapi juga turut menulis skenarionya bersama Eka Kurniawan mengatakan, “Tumbuh besar di masa kejayaan rezim militer, cerita dan mitos mengenai heroisme dan kejantanan lelaki menjadi sangat familiar bagi saya."

Kejantanan adalah tolok ukur kelelakian. Budaya toxic masculinity memaksa lelaki untuk tidak terlihat lemah dan masih sangat terpampang di Indonesia hari ini, di masyarakat yang seharusnya kini lebih terbuka pikirannya dan demokratis ketimbang di era 80an/90an.

"Saya melihat Indonesia berusaha keras mencoba untuk mengatasi rasa takutnya akan impotensi. Ketakutan yang membawa kita kembali ke budaya kekerasan yang dinormalisasi," ujarnya.

Film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas segera tayang mulai 2 Desember di bioskop seluruh Indonesia.

Baca: 4 Fakta Menarik Film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."