Kisah Kartini Sakit Parah Saat Kecil, Lalu Sembuh oleh 'Bapak' Besar

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
RA Kartini. Wikipedia/Kementerian Penerangan

RA Kartini. Wikipedia/Kementerian Penerangan

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Raden Ajeng Kartini pernah mengalami sakit parah saat berusia tujuh tahun. Tubuhnya menggigil hebat. Demamnya tak kunjung reda. Ayah Kartini, Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat berusaha mendatangkan dokter dari mana saja, namun tak kunjung berhasil.

Kemudian datanglah seorang Cina yang sedang dihukum pemerintah Hindia Belanda bertamu ke rumahnya. Laki-laki Cina itu sudah dikenal oleh tiga anak Sosroningrat. Dia menawarkan bantuan dengan meminta Kartini meminum air yang dicampur abu lidi shio dari sebuah kelenteng di Welahan, sebuah kecamatan di Jepara, Jawa Tengah, tempat terdapat banyak rumah ibadah umat Konghucu.

Ajaib. Setelah mengikuti saran itu, demam Raden Ajeng Kartini turun. Dia sembuh. Kertini kemudian menuliskan cerita itu dalam surat untuk Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, Agama, dan Industri Hindia Belanda.

Dalam surat tertanggal 27 Oktober 1902, Kartini berapi-api menceritakan pengalaman itu. "Apa yang tak berhasil dengan obat-obatan kaum terpelajar ternyata berhasil dengan obat tukang jamu," tulisnya. Surat 18 halaman menceritakan perbedaan dunia Jawa dan Belanda.

Siswi-siswi di Sekolah Kartini Bogor berfoto bersama pada 1920. Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures

Jika dalam surat-surat sebelumnya untuk ibu angkatnya itu Kartini selalu memuji Eropa sebagai 'sumber rasionalitas dan ilmu pengetahuan', dalam surat itu dia menjelaskan bagaimana orang Jawa percaya klenik. Setahun sebelum menulis surat itu, Kartini berkunjung ke Welahan, kecamatan tempat banyak rumah ibadah umat Konghucu tadi.

"Bagaimanapun, saya mesti belajar kenal dengan 'bapak' saya yang besar itu," ujarnya membahas tentang Santik-kong, arwah leluhur orang Welahan yang disucikan di kelenteng tersebut. Di sana, Kartini menyaksikan upacara memperingati ulang tahun arwah.

Santik-kong terkenal sebagai dewa penyembuh. Setiap ada wabah yang berjangkit, patungnya diarak berkeliling desa agar asap dupanya menyebar menangkal virus. Dan desa itu biasanya terhindar dari kuman. Kartini mencoba memberikan pemahaman yang logis kepada Abendanon, yang tak percaya kepada takhayul.

MAJALAH TEMPO

Baca juga:
Kartini, 25 Tahun untuk Selamanya

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."