Kenali Gejala Penyakit Graves yang Dialami Jessica Iskandar

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yunia Pratiwi

google-image
Jessica Iskandar. Instagram

Jessica Iskandar. Instagram

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta – Presenter Jessica Iskandar mengungkapkan bahwa ia mengidap penyakit graves autoimmune hypertiroid. Hal ini diketahui melalui unggahan di chanel Youtube-nya, Sabtu 25 Juli 2020.

“Kemarin aku sudah tes darah dan usg di bagian leher, hari ini mau diberi tahu hasilnya dan step selanjutnya apa,” ujar Jessica Iskandar dalam vlog tersebut yang didampingi oleh kakaknya Erick Bana Iskandar. Dalam vlog itu, dokter yang membantu perawatan Jessica mengatakan bahwa ia mengidap penyakit gravesautoimmune hypertiroid.  

Penyakit Graves adalah kelainan sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan hipertiroidisme, kadar hormon tiroid terlalu tinggi. Penyakit ini membuat sistem kekebalan tubuh justru menyerang tiroid, membuatnya menciptakan terlalu banyak hormon tiroid, lebih dari yang dibutuhkan tubuh.

Seperti dikutip dari NIDDK, hormon tiroid mengontrol bagaimana tubuh menggunakan energi, sehingga mempengaruhi hampir setiap organ tubuh, termasuk bagaimana jantung berdetak. Hipertiroidisme yang tidak diobati bisa menimbulkan masalah pada jantung, tulang, otot, siklus menstruasi dan kesuburan. Hipertiroidisme yang tak diobati pada orang hamil bisa berakibat pada kesehatan ibu dan bayi. Penyakit Graves juga bisa berdampak kepada mata dan kulit.

Penyakit Graves biasanya terjadi pada orang berusia antara 30 hingga 50 tahun. Perempuan lebih berisiko mengidap penyakit ini. Selain itu, faktor keturunan juga mempengaruhi. Orang-orang yang punya kelainan sistem kekebalan tubuh lebih berisiko mengidap penyakit Graves.

Bila tidak diobati, penyakit Graves bisa menyebabkan detak jantung tak beraturan yang bisa berujung kepada stroke, gagal jantung dan masalah jantung lain. Penyakit ini juga bisa menimbulkan penyakit mata bernama Graves oftalmopati, membuat seseorang punya penglihatan ganda, sensitif terhadap cahaya, sakit pada mata, dan, meski ini jarang terjadi, kehilangan penglihatan. Osteoporosis juga salah satu akibat dari penyakit Graves yang tak ditangani.

Beberapa gejala penyakit Graves diantaranya adalah gejala umum hipertiroidisme, yakni detak jantung cepat dan tak teratur, diare, gondok, intoleransi panas, gugup atau mudah marah, kelelahan atau otot lemah, tangan gemetar, sulit tidur dan berat badan turun.

Penyakit Graves dapat ditangani dengan minum obat penghambat beta dan obat antitiroid, terapi radioiodin dan operasi tiroid. Ibu hamil dan menyusui biasanya disarankan minum obat antitiroid yang lebih aman untuk bayi ketimbang perawatan lain. Setelah minum obat, level hormon tiroid mungkin belum bisa kembali normal selama beberapa minggu atau bulan. Total waktu perawatan sekitar 12-18 bulan, namun perawatan bisa berlanjut hingga beberapa tahun untuk orang yang tak mau menjalani terapi atau operasi. Obat ini memiliki efek samping bagi sebagian orang, seperti reaksi alergi gatal, berkurangnya sel darah putih sehingga lebih rentan terserang infeksi.

Sementara operasi tiroid paling jarang dilakukan untuk mengatasi penyakti Graves. Operasi ini bertujuan mengangkat kelenjar tiroid. Kadang dokter melakukan operasi untuk mengobati orang yang gondok besar, atau perempuan hamil yang alergi atau punya efek samping dari minum obat antitiroid.
Setelah operasi, pasien harus minum obat hormon tiroid seumur hidup. Dokter akan terus memeriksa kadar hormon tiroid dan menyesuaikan dosis sesuai kebutuhan.

Orang yang mengidap penyakit Graves mungkin sensitif terhadap efek samping buruk dari yodium. Makanan dengan jumlah yodium tinggi seperti rumput laut bisa menyebabkan atau memperburuk hipertiroidisme, begitu pula mengonsumsi suplemen yodium. Bicarakan dengan dokter makanan apa yang harus dibatasi atau dihindari, konsultasikan juga obat batuk atau multivitamin yang dikonsumsi karena bisa jadi mengandung yodium.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."