Pesan Ani Yudhoyono Saat Aliya Rajasa Beli Tenun dari Perajin

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ani Yudhoyono dan Aliya Rajasa. Instagram.com/@ruby_26

Ani Yudhoyono dan Aliya Rajasa. Instagram.com/@ruby_26

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Aliya Rajasa berbagi kisah soal kecintaannya terhadap kain Nusantara, khususnya tenun. Aliya mengaku kecintaannya pada tenun berkat ibunda dan neneknya.

"Mewarisi dari ibunda, orang tua dan nenek. Aku terlahir dari orang tua Palembang yang dua-duanya berasal dari Palembang. Sejak lahir sudah dibalut dari kain songket," ucap Aliya dalam IG Live bertajuk "Tampil Stylish dengan Tenun" bersama Cita Tenun Indonesia atau CTI pada Rabu malam, 8 Juli 2020.

Selain peran ibunda dan nenek, ia juga menyebut nama suami, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas. Menurut Aliya, Ibas juga mengoleksi kain Nusantara. Sebab Ibas ingin memakai busana khas di daerah yang dikunjunginya.

Aliya mengenang awal mula tertarik dengan tenun karena keindahan ragam motif dan warna yang dilihatnya dari koleksi ibunda, Okke Rajasa. Ia mengaku sempat beranggapan tenun itu hanya dipakai untuk acara formal. Tapi pendapat itu runtuh saat ia melihat ragam koleksi CTI yang dikomandoi ibunya.

"Dulu yang aku tahu dari rumah, tenun Palembang, Sumatera. Biasanya lebih berat. Kesannya formal. Sejak ada CTI, kita bisa mengeksplor tenun itu lebih kasual dan wearable (mudah dipakai dalam keseharian)," jelas ibu tiga anak ini kepada Intan Fauzi Fitriyadi Sekjen CTI yang menjadi host diskusi santai tersebut.

Sejak saat itu, ia mulai mengoleksi tenun dan kerap membelinya di pameran ataupun pelatihan CTI. Ketika membeli tenun, Aliya mengaku selalu teringat pesan ibunda dan ibu mertuanya, Ani Yudhoyono atau akrab disapa Memo.

"Aku dibilangin mama dan memo sama perajin jangan nawar," katanya.

Menurutnya, itu salah satu apresiasi para perajin saat membuat tenun. Untuk sehelai kain dibutuhkan waktu berbulan-bulan dan kesulitan pengerjaan yang berbeda sesuai motif serta warna. "Berawal dari untaian benang, dicelup, baru jadi sehelai kain," jelasnya.

Saat ditanya busana tenun favoritnya, ia menunjukkan baju yang kembar dengan putrinya, Gayatri Idalia Yudhoyono atau Baby G. Ia membeli koleksi itu saat Baby G belum genap satu tahun, kini sang putri sudah genap dua tahun. Selain faktor kembaran dengan sang putri, momen saat membeli juga jadi poin istimewa baginya.

"Ini milihnya bareng sama memo dan mama. Gaun Gaya, dia belum satu tahun. Ini pertama kali aku kembaran sama Gaya," kenangnya.

Kemudian ia menunjukkan sejumlah koleksinya mulai dari jaket gaya edgy dari tenun rangrang Bali hingga gaun. Bicara soal pilihannya, putri Hatta Rajasa ini lebih suka tenun dengan warna cerah dan motif yang tak ramai.

"Kalo aku, liat warna senangnya bright (cerah), motifnya gak rame. Warna dasarnya pink, tapi gak terlalu campur-campur di motifnya. Cukup one hingga two tone. Supaya masuk-masuk aja di kegiatan mana pun," imbuh putri Hatta Rajasa ini

Untuk tips padu padan saat memakai busana tenun, Aliya menyebut bisa dicocokkan dengan elemen apa pun asal percaya diri.

"Contohnya jaket ini. Gayanya edgy banget. Kita padu dengan jeans dan di dalamnya kaus. Jadi kita melestarikan dan instyle. Kita pikirnya tenun formal wear dan kondangan, padahal bisa kita mix and match," ujarnya.

Selain berbagi tips padu padan, Aliya juga mengungkap caranya menyimpan kain agar benang dan warnanya terjaga, terutama songket yang memiliki benang emas.

"Dari mama, kalau misalnya ada benang halus emasnya, digulung. Kita sediain pipa paralon. Kainnya dibentang dilapis koran, supaya ain tidak ketemu kain. Itu tujuannya merawat benangnya tidak kelipat dan ketarik," tukas perempuan 34 tahun ini.

Untuk sejumlah busana yang terbuat dari tenun, Aliya memilih melipatnya dan memasukkan ke dalam boks. Sebab jika digantung terlalu lama, kemungkinan benang tertarik sehingga menurunkan kualitas bahan, menurutnya.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."