6 Antibiotik Alami, Ada Jahe, Madu hingga Bawang Putih

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi Jahe. Pixabay.com

Ilustrasi Jahe. Pixabay.com

IKLAN

CANTIKA.COM, JAKARTA - Antibiotik adalah zat yang digunakan untuk membunuh atau menekan pertumbuhan bakteri. Sebelum antibiotik kimia marak digunakan, orang-orang memakai bahan-bahan dari alam sebagai antibiotik. Bahan-bahan tersebut mudah ditemui di sekitar kita. Jahe, bawang putih hingga cengkeh diklaim beberapa penelitian termasuk antibiotik alami.

Yuk, kita simak selengkapnya kandungan apa saja yang ada di dalam enam antibiotik alami mengutip laman Medical News Today pada Rabu, 10 Juni 2020

1. Bawang putih

Budaya di seluruh dunia telah lama mengenali bawang putih karena kandungannya untuk mencegah dan mengobati. Menurut penelitian, bawang putih efektif mengatasi berbagai bentuk bakteri, termasuk Salmonella dan Escherichia coli (E. coli). Bawang putih bahkan telah dipertimbangkan untuk digunakan melawan tuberkulosis yang kebal terhadap beberapa obat.

2. Madu

Sejak zaman Aristoteles, madu telah digunakan sebagai salep yang membantu menyembuhkan luka dan mencegah atau menghilangkan infeksi.

Kemudian para profesional kesehatan dewasa ini telah menemukan manfaatnya dalam mengobati luka kronis, luka bakar, bisul, luka baring, dan cangkok kulit. Misalnya, hasil penelitian tahun 2016 menunjukkan bahwa pembalut madu dapat membantu menyembuhkan luka.

Efek antibakteri yang di dalam madu biasanya dikaitkan dengan kandungan hidrogen peroksida. Namun, madu manuka tetap mampu melawan bakteri, meski rendah kandungan hidrogen peroksida di dalamnya.

Sebuah studi 2011 melaporkan bahwa madu yang paling terkenal menghambat sekitar 60 jenis bakteri. Selain sifat antibakteri, madu dapat membantu menyembuhkan luka dengan menyediakan lapisan pelindung yang menciptakan kondisi lembap.

3. Jahe

Komunitas ilmiah juga mengakui jahe sebagai antibiotik alami. Beberapa penelitian, termasuk yang diterbitkan pada 2017 menunjukkan kemampuan jahe untuk melawan banyak jenis bakteri. Para peneliti juga mengeksplorasi jahe bisa mencegah mabuk laut dan mual dan menurunkan kadar gula darah.

4. Echinacea

Echinacea telah digunakan untuk mengobati infeksi selama bertahun-tahun. Penduduk asli Amerika dan tabib tradisional lainnya telah menggunakan echinacea selama ratusan tahun untuk mengobati infeksi dan luka. Para peneliti pun mulai mengeksplorasinya.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Biomedicine and Biotechnology melaporkan bahwa ekstrak Echinacea dapat membunuh berbagai jenis bakteri, termasuk Streptococcus pyogenes (S. pyogenes) yang menyebabkan radang tenggorokan hingga sindrom syok racun. Echinacea juga dapat melawan peradangan yang terkait dengan infeksi bakteri. 

5. Goldenseal

Goldenseal biasanya dikonsumsi dalam teh atau kapsul untuk mengatasi masalah pernapasan, gangguan pencernaan, memerangi diare, dan infeksi saluran kemih

Selain itu, hasil penelitian terbaru mendukung penggunaan goldenseal untuk mengobati infeksi kulit. Di laboratorium, ekstrak goldenseal digunakan untuk mencegah MRSA (methicillin-resistant staphylococcus aureus) dari kerusakan jaringan.

Goldenseal juga mengandung berberin, komponen penting dari antibiotik alami. Alkaloid ini tidak aman untuk bayi, atau wanita hamil dan menyusui.

6. Cengkeh

Cengkeh secara tradisional telah digunakan dalam prosedur perawatan gigi. Lalu, penelitian menemukan bahwa ekstrak air cengkeh bisa efektif memerangi berbagai jenis bakteri, termasuk E. coli.

Tapi perlu dingat, bahan-bahan alami tak langsung berarti aman dikonsumi. Jumlah dan konsentrasi bahan aktif bervariasi dampaknya kepada setiap orang. Jika Anda ingin mengonsumsinya, konsultasi lebih dulu kepada penyedia layanan kesehatan mereka.

Contohnya, penelitian menunjukkan bahwa mengonsumsi bawang putih pekat dapat meningkatkan risiko pendarahan. Ini bisa berbahaya bagi orang yang menghadapi operasi atau mengambil pengencer darah.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."