Upaya Ahli Meracik Obat Virus Corona dari Obat Berbagai Penyakit

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi virus corona atau Covid-19. REUTERS

Ilustrasi virus corona atau Covid-19. REUTERS

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Ilmuwan dan dokter di seluruh dunia terus berupaya mencari obat yang ampuh untuk pasien terinfeksi virus corona. Mereka mengkombinasikan obat-obatan yang sudah ada, seperti obat untuk ebola, malaria, hingga radang sendi, menjadi obat baru.

Saat ini ada tiga jenis obat utama yang dijadikan dasar dalam upaya menghentikan pandemi yang telah menelan puluhan ribu korban secara global ini, termasuk di Indonesia.

Obat pertama berasal dari jenis antivirus untuk menghentikan replikasi virus. Obat ini merupakan kombinasi obat HIV, Kaletra. Hak paten obat itu telah dilepas perusahaan bioteknologi di Amerika Serikat, AbbVie, sehingga dapat dibuat menjadi obat generik.

Terapi lainnya adalah obat anti-malaria chloroquine dan obat anti-flu dari Fujifilm Jepang. Obat ebola dari Gilead Sciences, remdesivir, juga sedang diuji coba untuk melihat apakah obat itu dapat mengobati COVID-19 secara efektif.

Kedua adalah obat anti-radang untuk paru-paru setelah sistem kekebalan tubuh tak bekerja dengan baik. Regeneron dan Sanofi bermitra pada Kevzara, adapun Roche telah memulai uji coba pada Actemra, yang disetujui untuk digunakan pada rheumatoid arthritis di seratus negara.

Kategori ketiga adalah perawatan berbasis antibodi, yang berasal dari pasien COVID-19 yang telah pulih. Eli Lilly dan start-up Kanada, AbCellera, mengembangkan perawatan ini. Sementara itu, Takeda Jepang sedang mengembangkan obat baru yang berasal dari plasma darah orang lain yang selamat dari virus corona.

Ilustrasi virus corona. Sumber: koSSev

Di Australia, bacillus Calmette-Guerin, vaksin BCG yang telah digunakan selama satu abad untuk mencegah tuberkulosis, diberikan kepada 4.000 pekerja kesehatan di Melbourne. Tujuannya, melihat apakah obat itu dapat melindungi mereka dari virus corona.

Dengan imunisasi yang secara khusus ditargetkan terhadap COVID-19, penyebab pandemi setidaknya satu tahun lagi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan penting untuk mengetahui apakah vaksin BCG dapat menyembuhkan infeksi akibat virus corona.

WHO juga mendorong kelompok internasional berkolaborasi dengan tim studi yang dipimpin Nigel Curtis, kepala penelitian penyakit menular, di Murdoch Children's Research Institute, di Melbourne, Australia.

"Obat ini bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga bertahan lebih baik terhadap berbagai macam infeksi, virus, dan bakteri dengan cara yang lebih umum," kata Curtis.

Vaksin plasebo tidak akan berfungsi sebagai kontrol dalam kasus ini. Sebab, suntikan BCG biasanya menyebabkan reaksi kulit lokal yang meninggalkan bekas luka, sehingga menjadi jelas kelompok mana yang menerima vaksinasi TB.

Penelitian serupa sedang berlangsung di Belanda, seperti yang dinyatakan Register Uji Klinis Uni Eropa.

FIRMAN ATMAKUSUMA | LIVE SCIENCE | MIT | GRAPHIC NEWS

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."