Kenali Beda Ciri Corona dan DBD

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi virus corona atau Covid-19. REUTERS

Ilustrasi virus corona atau Covid-19. REUTERS

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Di beberapa kasus virus corona baru atau COVID-19 seringkali gejalanya dianggap Deman Berdarah Dengue atau DBD. Salah satu contohnya di Indonesia yang dialami aktris dan influencer Andrea Bimo yang positif terinfeksi corona pun sebelumnya menerima perawatan di rumah sakit dengan diagnosis awal demam berdarah. 

Selain itu, seorang pasien di Singapura datang dengan mengalami gejala mirip DBD, seperti demam, batuk, nilai trombosit, dan nilai leukositnya rendah. Ia tidak memiliki riwayat bepergian ke luar negeri dan tidak merasa pernah berkontak dengan orang yang positif COVID-19. Lalu, pemeriksaan rontgen pun menunjukkan hasil baik. Setelah itu, dokter memeriksanya dengan melakukan rapid test untuk DBD dan hasilnya positif.

Namun, setelah beberapa hari menjalani perawatan, pasien tak kunjung membaik dan malah mengalami gejala tambahan, yaitu sesak napas. Setelah melakukan pemeriksaan rontgen paru ulangan, dokter memutuskan untuk menjalankan pemeriksaan swab pada pasien. Hasilnya, ternyata pasien positif corona.

Kesalahan diagnosis kedua pasien di atas disebut dalam laporan tersebut adalah karena hasil false positif atau positif palsu saat dilakukan rapid test atau tes ceoat DBD. Karena itu, ada baiknya jika memenuhi kriteria, pasien suspect DBD juga menjalani tes corona untuk mendapatkan diagnosis yang lebih pasti.

Berikut beberapa pembeda COVID-19 dan DBD

1. Gejala

Secara klinis, gejala DBD dan infeksi COVID-19 memang tidak jauh berbeda. Namun, ada beberapa hal sebagai ciri khas gejala DBD yang sejauh ini belum ditemukan pada pasien corona, yaitu munculnya bintik-bintik merah yang biasanya muncul pada hari kedua hingga kelima setelah tubuh mulai demam. Pada beberapa orang, DBD juga bisa memicu terjadinya perdarahan ringan seperti mimisan, gusi berdarah, dan mudah memar.

2. Mekanisme penyebaran

Meski sama-sama berasal dari virus, penularan DBD dan virus corona berbeda. Seperti yang kita tahu, DBD ditularkan melalui nyamuk. Sementara itu, virus corona ditularkan melalui droplet atau percikan air liur batuk atau bersin penderita.

3. Pemeriksaan

Pemeriksaan DBD yang menyeluruh biasanya disertai dengan pemeriksaan darah lengkap. Sementara itu pada COVID-19, pemeriksaan spesimen darah biasanya hanya dilakukan saat rapid test atau test cepat menggunakan antibodi. 

Untuk infeksi virus corona, pemeriksaan yang paling akurat adalah dengan pengambilan sampel melalui tes swab atau cek cairan di antara hidung dan tenggorokan baik dari hidung maupun tenggorokan yang kemudian diperiksa menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).

4. Cara pencegahan

Mempraktikkan physical distancing atau menjaga jarak antarmanusia, sangat penting untuk mencegah penyebaran corona. Sebab, droplet yang keluar dari tubuh penderita yang positif, masih bisa jatuh ke permukaan di dekatnya. Selain itu, rajin cuci tangan dan tidak menyentuh wajah juga sangat bisa mengurangi penularan virus corona.

Sementara itu pada demam berdarah, cara paling efektif untuk mencegahnya adalah dengan memutus daur hidup nyamuk, sebagai pembawa virus. Menjaga kebersihan lingkungan dengan menutup rapat tempat yang bisa menampung air, menguras bak mandi, dan mendaur ulang wadah yang bisa menampung air dianggap efektif untuk cegah DBD.

Sedangkan untuk pengobatan DBD dan corona sendiri tidak jauh berbeda. Sejauh ini, belum ada obat yang benar-benar dianggap efektif untuk mengatasi infeksi virus corona. Begitu juga dengan pengobatan untuk DBD.

Jadi, pengobatan kedua penyakit fokus untuk meredakan gejala yang dirasakan dan meningkatkan daya tahan tubuh, agar antibodi di tubuh kita bisa mengalahkan virus yang mampir. Sebab, infeksi virus merupakan penyakit self limiting disease atau penyakit yang bisa sembuh dengan sendirinya apabila daya tahan tubuh kita bagus.

SEHATQ

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."