Amber Heard dan Johnny Deep Alami KDRT, Kenali Siklusnya

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Amber Heard dan Johnny Depp menghadiri di California, pada Januari 2016. Rumah tangga kedua selebritas yang selisih usianya 23 tahun ini terancam bubar, setelah Amber Heard mengguguat cerai suaminya di Pengadilan Tinggi Los Angeles, pada 23 Mei 2016. Rich Fury/Invision/AP

Amber Heard dan Johnny Depp menghadiri di California, pada Januari 2016. Rumah tangga kedua selebritas yang selisih usianya 23 tahun ini terancam bubar, setelah Amber Heard mengguguat cerai suaminya di Pengadilan Tinggi Los Angeles, pada 23 Mei 2016. Rich Fury/Invision/AP

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Perselisihan antara Amber Heard dengan Johnny Deep kembali diperbincangkan. Baru-baru ini Daily Mail merilis sebuah rekaman yang diduga berasal dari sesi terapi Johnny Depp dan Amber Heard pada Ahad, 2 Januari 2020 waktu setempat.

Amber Heard dan Johnny Depp menikah pada Februari 2015. Amber Heard kemudian mengajukan cerai pada Mei 2016 karena mengalami kekerasan verbal dan fisik. Mereka bercerai tiga bulan kemudian. Dua tahun berselang, Amber Heard sempat menyinggung tentang kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya dalam sebuah artikel yang terbit pada Desember 2018.

Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga pasangan Amber dan Depp seperti yang juga pernah menimpa pasangan lain ditengarai oleh berbagai faktor. Seperti dilansir dari laman Very Well Mind, Selasa 4 Februari 2020 faktor kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT dan pelecehan adalah masalah yang sangat serius bagi para korban dan pelaku kekerasan.

Namun ironisnya, banyak penganiaya tidak melihat diri mereka sebagai pelaku, tetapi sebagai korban atau dikenal dengan ungkapan playing victim. Alasan ini umum di kalangan penganiaya. Para ahli telah mencapai konsensus tentang beberapa karakteristik umum yang dilakukan penganiaya -mereka mengendalikan, manipulatif, sering melihat diri mereka sebagai korban.

Satu penelitian menemukan bahwa dalam banyak kasus tindakan KDRT adalah perilaku retensi pasangan, yaitu tindakan yang dilakukan oleh satu pasangan untuk mencoba menjaga dan mempertahankan hubungan mereka. Untuk beberapa pelaku kekerasan, kekerasan adalah alat untuk menjaga pasangan intim mereka atau menjaga mereka dari ketidaksetiaan, bahkan jika itu berarti secara fisik memaksa mereka untuk tetap tinggal.

Pelaku seperti punya mainan baru dan punya tombol yang bisa membuatnya melakukan apa pun diinginkan dengan cara mengintimidasi korban. Selain itu juga upaya mengendalikan sebagai wujud bahwa pelaku merasa lebih kuat.

Masalah kekuasaan dan kontrol sangat penting untuk memahami kekerasan dalam rumah tangga. Berikut siklus kekerasan yang bisa terjadi dan diharapkan tak terjadi pada Anda.

- Build-Up Phase - Ketegangan meningkat.

- Fase Siaga - Serangan verbal meningkat.

- Fase Ledakan - Ledakan dahsyat terjadi.

- Fase Penyesalan - Anda seharusnya tidak mendorong saya, itu salah Anda!

- Fase Pengejaran - Itu tidak akan terjadi lagi, saya janji.

- Fase Bulan Madu - Lihat, kami tidak memiliki masalah!

Menempatkan pelaku di penjara akan menghentikan kekerasan, tetapi biasanya hanya sementara karena tidak ada perawatan atau pendampingan secara psikologis yang tersedia. Masalahnya adalah, keterlibatan polisi dan penahanan sebenarnya dapat memicu kekerasan yang lebih besar dalam beberapa kasus.

Ancaman kerusakan fisik ditambah isolasi ekonomi dan fisik yang biasanya mereka alami membuat semakin sulit bagi para korban KDRT. Sedangkan jika pergi begitu saja bisa memicu kekerasan yang semakin besar.

EKA WAHYU PRAMITA
Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."