5 Sebab Bayi Tabung Belum Berhasil, Kondisi Sel Telur dan Embrio

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi ibu dan bayi. Unsplash.com/Sharon Muccutcheon

Ilustrasi ibu dan bayi. Unsplash.com/Sharon Muccutcheon

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - World Health Organization (WHO) mencatat, satu dari dua pasangan di negara berkembang, seperti Indonesia, memiliki masalah infertilitas. Kondisi itu menyebabkan banyak pasangan menikah mengalami kendala saat ingin memiliki anak. Untuk beberapa kasus infertilitas sulit, teknologi bayi tabung atau in-vitro fertilization (IVF) bisa jadi salah satu pilihan yang membantu pasangan mendapatkan keturunan. 

Sayangnya, perawatan IVF tidak selalu berhasil. Wanita muda memiliki peluang keberhasilan IVF yang lebih tinggi, dengan tingkat keberhasilan untuk wanita di bawah 35 tahun pada 40 persen.

Ahli fertilitas di Sunfert International Fertility Centre, Kuala Lumpur, Eeson Sinthamoney mengatakan ketika siklus IVF gagal, banyak orang merasa sedih, marah, dan frustrasi. 

"Sangat normal untuk merasakan emosi ini, tetapi Anda tidak boleh menyalahkan diri sendiri atau pasangan Anda," ujar ia saat ditemui usai acara peluncuran program "Harapan Dua Garis" dari Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC) di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2020.

Menurut Eeson, IVF bisa gagal karena berbagai alasan, dan kemungkinan itu benar-benar di luar kendali Anda. Berikut sejumlah faktor penyebab IVF belum membuahkan hasil.

1. Kondisi sel telur

Usia wanita yang menjalani IVF memainkan peran besar, usia sel telur lebih penting. Seiring bertambahnya usia seorang wanita, kualitas dan kuantitas sel telur wanita mulai memburuk. Hal ini akan sangat mempengaruhi peluang kehamilan dengan dan tanpa IVF. 

Rata-rata, sekitar 25 persen embrio yang digunakan dalam IVF akan menghasilkan kelahiran hidup. Wanita yang lebih tua lebih mungkin memiliki peluang keberhasilan IVF yang lebih besar ketika menggunakan telur donor

"Program IVF dikatakan gagal, sel telur semuanya kelihatan sama tapi tidak semua bisa jadi. Jadi untuk mencari yang bisa juga butuh waktu. Sementara kondisi telur tiap wanita juga berbeda-beda," kata Eeson.

2. Kualitas embrio

Salah satu alasan paling umum mengapa siklus IVF gagal adalah karena kualitas embrio. Banyak embrio yang tidak dapat ditanam setelah dipindahkan ke rahim karena cacat. 

Embrio yang terlihat sehat di laboratorium mungkin memiliki cacat yang menyebabkan mereka mati atau tidak tumbuh. Dalam kebanyakan kasus ketika ini terjadi, itu tergantung pada embrio dan bukan uterus.

3. Kondisi ovarium

Kadang-kadang, indung telur wanita tidak merespons obat IVF sebagaimana seharusnya dan gagal menghasilkan banyak sel telur. Untuk wanita di atas 37 tahun, atau mereka yang memiliki kadar hormon perangsang folikel tinggi, memproduksi telur yang cukup mungkin sulit. 

"Jika ini masalahnya, kemungkinan IVF akan gagal. Ahli akan bekerja dengan Anda untuk mengevaluasi peluang terjadinya hal ini dan akan membahas segala perubahan yang perlu dilakukan terhadap obat kesuburan Anda," tutur Eeson.

4. Kelainan kromosom

Embrio yang memiliki kelainan kromosom dapat menyebabkan kegagalan IVF, apakah mereka secara alami dikandung atau dikembangkan di laboratorium. Abnormalitas kromosom sering menjadi alasan di balik keguguran dan kegagalan selama IVF. 

"Wanita berusia di atas 30 tahun lebih cenderung mengalami kelainan kromosom dalam telurnya, dan ini meningkat lebih jauh ketika seorang wanita mencapai usia 40-an," Eeson menjelaskan.

5. Gaya Hidup

Anda mungkin akan diminta untuk berhenti merokok hingga tiga bulan sebelum dimulainya perawatan IVF Anda. Perokok sering membutuhkan hingga dua kali lebih banyak siklus IVF untuk hamil dan lebih mungkin mengalami keguguran. 

"Selain rokok juga soal berat badan, jika Anda kelebihan berat badan atau kekurangan berat badan, Anda harus mencoba dan mencapai berat badan yang sehat untuk meningkatkan kemungkinan perawatan IVF yang sukses," pungkas Eeson.

EKA WAHYU PRAMITA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."