Stunting Masih Tinggi di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Lakukan 2 Hal Ini

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi gizi buruk. REUTERS

Ilustrasi gizi buruk. REUTERS

IKLAN

CANTIKA.COM, JAKARTA - Berkaca dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018, angka nasional stunting atau kekerdilan telah mengalami penurunan di angka 27,67 persen. Namun di dua wilayah di Indonesia, yakni Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (NTT) masih tinggi.

Di NTT angka stunting masih di angka 42,6 persen artinya 4 dari 10 balita terkena stunting. Sementara kalau di Jawa Timur sebanyak 32,8 artinya 3-4 anak mengidap stunting dari 10 balita.

Masih tingginya jumlah angka stunting di kedua daerah tersebut membuat Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan langkah strategi nasional untuk mempercepat pencegahan stunting.

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Dr. Kirana Pritasari, MQIH mengatakan jika program percepatan ini memastikan bahwa semua rumah tangga dengan ibu hamil atau anak di bawah usia dua tahun mendapatkan akses ke paket layanan lengkap yang penting untuk mencegah stunting.

"Kami berkomitmen menurunkan stunting dengan memperkuat program suplementasi zat gizi mikro dan meningkatkan manajemen program di tingkat provinsi dan kabupaten. Selain itu, beberapa praktik baik juga telah diadopsi di tingkat provinsi dan kabupaten di luar wilayah dampingan program," ucap Kirana dalam konferensi pers Diseminasi Praktik Baik Program Integrasi Zat Gizi Mikro Provinsi di Jawa Timur dan NTT, di Jakarta, Selasa, 14 Januari 2020.

(kedua dari kiri) Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Dr. Kirana Pritasari, MQIH menyampaikan Diseminasi Praktik Baik Program Integrasi Zat Gizi Mikro di Provinsi Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur, di Jakarta, Selasa, 14 Januari 2020. TEMPO/ Eka Wahyu Pramita

Pihaknya memahami upaya penguatan zat gizi mikro merupakan bagian dari kegiatan spesifik untuk menurunkan stunting. "Kami ingin mendiskusikan cara meningkatkan kegiatan inovatif ini ke kabupaten lain, terutama untuk kabupaten dengan prevalensi stunting yang tinggi,” kata dr. Kirana.

Intervensi gizi yang dilakukan Kemenkes tidak hanya pemberian suplemen gizi mikro seperti tablet penambah darah dan zinc, melainkan juga perilaku yang berkaitan dengan kepatuhan.

"Misalnya si ibu hamil tahu kebutuhan gizi, tapi tidak patuh untuk mengonsumsi, atau harus diingatkan. Sementara ketersediaan zat gizi mikro dalam sayuran butuh lebih banyak. Namun agar tercukupi ditambah dengan suplemen zat besi atau tablet tambah darah," ucap Kirana.

Sampai saat ini, Kemenkes bekerja sama dengan Nutrition International telah menjangkau sebanyak 211.000 ibu hamil dan 720.000 anak di bawah usia lima tahun dengan zat gizi mikro untuk mencegah dan menurunkan stunting di 20 Kabupaten di Jawa Timur dan NTT.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."