Bipolar pada Ibu Hamil, Ini Risiko Kesehatan Saat Lepas Obat

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi ibu hamil. shutterstock.com

Ilustrasi ibu hamil. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Kehamilan merupakan anugerah terindah untuk wanita, termasuk wanita yang memiliki gangguan bipolar. Sayangnya, banyak orang beranggapan bahwa wanita dengan gangguan bipolar akan berisiko jika harus menjalani proses kehamilan hingga melahirkan.

Bila Anda atau kerabat Anda merupakan penderita bipolar dan sedang hamil atau sedang merencanakan kehamilan, pastikan untuk melakukan konsultasi dengan dokter kandungan dan psikiater untuk mempelajari risiko dan manfaat dari asupan obat bipolar dan pengaruhnya pada kehamilan.

Komplikasi gangguan bipolar dalam kehamilan

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui gangguan pada bipolar dan kehamilan. Sayangnya, hasil yang ditemukan masih belum cukup untuk mengambil semua benang merah mengenai risiko gangguan bipolar yang tidak tertangani atau dampak dari asupan obat selama kehamilan. Selain itu, faktor-faktor yang menyebabkan kambuhnya gejala bipolar selama kehamilan juga masih belum jelas.

Akan tetapi, berdasarkan data yang didapat, wanita dengan gangguan bipolar berisiko tinggi mengalami masa-masa kehamilan yang sulit dan buruk. Wanita hamil atau ibu baru dengan gangguan bipolar memiliki tujuh kali risiko masuk rumah sakit dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak memiliki gangguan bipolar.

Setidaknya ada satu penelitian yang telah membahas persepsi umum bahwa kehamilan akan memiliki efek pada wanita dengan gangguan bipolar. Penelitian ini dilakukan pada 89 wanita selama masa kehamilan dan satu tahun setelah melahirkan.

Ketika menghentikan obat bipolar untuk periode dari enam bulan sebelum pembuahan hingga 12 minggu setelahnya, para wanita ini menunjukkan gejala berupa:

  • Dua kali risiko kambuh.
  • Risiko 50% kekambuhan hanya dalam waktu dua minggu, jika mereka berhenti mengkonsumsi obat secara tiba-tiba.
  • Munculnya gejala bipolar sepanjang 40% masa kehamilan, atau empat kali lipat dari wanita yang melanjutkan pengobatan bipolar mereka.

Ilustrasi minum obat. Shutterstock

Obat bipolar selama kehamilan

Salah satu kekhawatiran terbesar seputar gangguan bipolar dalam kehamilan adalah mengenai efek dari obat-obatan yang dikonsumsi penderita bipolar. Beberapa wanita dapat terus mengkonsumsi obat bipolar dan melahirkan bayi dengan kondisi yang sehat.

Tetapi hal itu tidak menutup fakta bahwa ada beberapa obat bipolar yang memiliki peningkatan risiko pada cacat lahir di trimester pertama, seperti berikut.

  • Cacat tabung saraf
  • Cacat jantung
  • Keterlambatan perkembangan
  • Masalah neurobehavioral

Namun, Anda juga perlu mempertimbangkan risiko terhadap gangguan bipolar yang tidak diobati.

Depresi yang tidak diikuti dengan asupan obat, juga berisiko memberikan dampak lain seperti berat badan lahir rendah hingga efek negatif pada perkembangan struktur otak pada bayi.

Gejala gangguan suasana hati juga dapat menyebabkan perilaku yang dapat membahayakan bayi, seperti:

  • Perawatan prenatal yang buruk
  • Nutrisi buruk
  • Kenaikan penggunaan alkohol atau tembakau
  • Stres dan depresi

Dokter Anda mungkin menyarankan untuk menghentikan beberapa obat dan melanjutkan asupan obat lain. Hal ini akan menjadi pertimbangan dokter untuk kesehatan ibu dan janin di dalam kandungannya.

Selain itu, biasanya pasien bipolar yang sedang hamil akan membutuhkan pendampingan dari seorang psikiater untuk dapat mengendalikan kondisinya selama masa kehamilan.

Meskipun begitu, apa pun yang Anda lakukan, jangan pernah berhenti minum obat tanpa terlebih dahulu berbicara dengan dokter.

Tidak hanya selama masa kehamilan, gangguan bipolar juga dapat kambuh pada bulan pertama setelah melahirkan. Sehingga, pengawasan dari dokter sebaiknya tidak hanya dilakukan pada saat hamil namun masih tetap dilanjutkan setelah persalinan.

Solusi lain yang juga dapat Anda coba adalah dengan melakukan aktivitas fisik seperti olahraga untuk dapat mengelola dan mengendalikan stres. Jalani kegiatan harian yang efektif dan disiplin untuk menghindari perubahan suasana hati yang cepat. Lakukan juga konsultasi rutin dengan psikoterapi untuk membantu penguatan diri.

SEHATQ

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."