Cegah Anak Konsumsi Makanan Manis secara Berlebihan, Pilih Buah

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi camilan manis atau permen (Pixabay.com)

Ilustrasi camilan manis atau permen (Pixabay.com)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Mayoritas dari kita menyukai makanan manis, setuju atau tidak? Tapi di antara kita, sebenarnya anak-anak merupakan kelompok yang paling menyukai jenis makanan tersebut. 

Hal itu diungkapkan dokter spesialis gizi Marya Haryono di peluncuran Heavenly Blush Yogurt, Jakarta, Rabu, 27 November 2019. "Ketika anak sudah diberi sensasi menyenangkan dengan rasa manis, akan begitu terus (suka manis) hingga dia dewasa," ujar dokter gizi Marya Haryono di peluncuran Heavenly Blush Yogurt, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Bila orangtua tak ingin anaknya ketagihan camilan-camilan manis, yang dapat merusak kesehatan gigi hingga kesehatan pencernaan, ia menyarankan untuk mengatur kebiasaan makan yang sehat.

Marya menyarankan orangtua untuk tidak membiasakan anaknya menyantap camilan-camilan manis yang bisa berdampak buruk bagi kesehatan, bila dikonsumsi terlalu banyak. Sebagai alternatif, berikanlah rasa manis alami melalui makanan-makanan sehat seperti buah.

"Jika dibiasakan, anak juga akan suka dengan manisnya buah," tutur Marya.

Asupan gula yang berlebihan untuk tubuh tak hanya menimbulkan obesitas, tapi juga masalah pencernaan. Ketika gula dikonsumsi secara berlebihan, keseimbangan bakteri dalam pencernaan terganggu dan menimbulkan masalah, seperti gangguan tidur dan kelelahan kronis.

Gula juga memiliki sifat inflamasi alias peradangan, termasuk dalam pencernaan. Inflamasi terjadi saat jaringan tubuh terinfeksi bakteri, luka, panas, cedera atau terkena racun.

Bila inflamasi kronik yang berlangsung dalam waktu lama bisa menyebabkan kanker. Inflamasi kronik juga bisa menimbulkan radang sendi dan penyakit kulit seperti jerawat hingga eksim.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."