Di Balik Selembar Kain Tenun Sikka Ada Makna Doa dan Usaha

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Mama Martina, Penenun perempuan dari Komunitas Sangkar Doka Tawa, Flores, Nusat Tenggara Timur, saat menenun dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) di Sarinah Jakarta Pusat, Kamis 31 Oktober 2019. TEMPO/Eka Wahyu Pramita

Mama Martina, Penenun perempuan dari Komunitas Sangkar Doka Tawa, Flores, Nusat Tenggara Timur, saat menenun dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) di Sarinah Jakarta Pusat, Kamis 31 Oktober 2019. TEMPO/Eka Wahyu Pramita

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Dalam proses pembuatan tenun terdapat usaha yang panjang dan doa yang tak henti dirapal. Mulai dari serpihan kapas hingga menjelma kain yang indah. Begitulah makna tenun dari Sikka yang dibawa oleh Komunitas Sangkar Doka Tawa, Kampung Dokar, Desa Umauta Kecamatan Bola, Sikka, Flores Nusa Tenggara Timur. Mereka menggelar pameran di Sarinah, Jakarta, akhir Oktober lalu. 

Tenun yang sempat viral dan mencuri warga Ibu Kota untuk mengunjungi pamerannya di Sarinah memiliki makna dan filosofi yang kuat. Kain tenun Sikka merupakan tradisi turun-temurun yang hingga sekarang terus hidup di daerah asalnya. 

Dari pekerjaanya jelas tradisi ini lebih melekat dengan perempuan dan menjadi salah satu kekhasan dari daerah Sikka.

Ketua Komunitas Tenun Sangkar Dokka Tawa Celtus Beri mengatakan salah satu motif yang banyak dicari ialah motif welak. Kain bermotif yang dibuat lebih dari dua bulan ini bermakna pencapaian dalam hidup yang suatu saat pasti pergi. "Tentunya terdapat doa yang baik-baik dalam setiap pengerjaan tenun," kata Celtus saat ditemui Tempo.co di Jakarta, pada akhir Oktober 2019 silam.

Kain tenun juga memiliki pesan moral, yaitu utan(g)ling labu welin(g) yang berarti kain sarung dan baju setiap wanita itu bernilai dan berharga.

Motifnya mempunyai arti tersendiri bagi penenunnya. Ada beberapa motif yang sering dibuat, antara lain motif binatang jantan dan betina, motif tumbuh-tumbuhan, motif empat kaki ayam, motif merak, musang dan kalong adalah pengaruh yang belum lama masuk.

Bagi masyarakat Sikka, kain tenun ini lebih dari pakaian sehari-hari, tapi juga dijadikan sebagai mas kawin (belis) dan digunakan dalam upacara-upacara adat. Setiap motif punya makna khusus, ada yang untuk sarung perempuan (utang), sarung pria (lipa) dan ikat kepala (lensu). 

Seorang perajin, Mama Yanti, mengatakan lapisan-lapisan bagian motif yang disebut sebagai satu-kesatuan. "Seperti yang sedang dibuat Mama Martina, motif jalannya ular naga, cuma satu motif lama pembuatan bisa sebulan lebih, ini panjang sekali bisa dua meter lebih," pungkas ia.

Selama ini, Celtus mengatakan tenun dijual dalam bentuk kain utuh. Ia juga menyarankan sebaiknya tenun bisa dipakai secara utuh agar masih dikenali motif dan maknanya. 

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."