Perlunya Pendampingan Orang Tua saat Anak Gunakan Ponsel

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yayuk Widiyarti

google-image
Ilustrasi anak dan telepon genggam. Sxc.hu

Ilustrasi anak dan telepon genggam. Sxc.hu

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Imbauan agar anak tak terpapar teknologi secara salah kembali dikeluarkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime KPAI, Hj. Margaret Aliyatul Maimunah, menyatakan perlu pendampingan orang tua ketika seorang anak menggunakan telepon genggam atau ponsel.

"Perlu adanya komunikasi dan kesepakatan antara orang tua dalam penggunaan internet melalui telepon maupun laptop," kata Margaret.

Ia mengatakan bahaya mengintai ketika anak-anak menggunakan telepon genggam. Untuk itu perlu antisipasi dalam melindungi anak-anak dari pengaruh negatif internet dan kejahatan siber. Belum lagi adanya ancaman UU ITE bagi anak.

Tugas melindungi anak itu tidak dibebankan pada pemerintah saja, tapi juga orang tua dan masyarakat secara umum. Dikatakannya anak-anak dalam mengakses internet rentan terpapar berbagai berbagai konten negatif seperti pornografi, game online yang bermuatan kekerasan dan pornografi, informasi hoaks, ujaran kebencian, kecanduan gawai, radikalisme, serta perilaku sosial menyimpang.

"Kasus Pengaduan Anak Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak Bidang Pornografi dan Cyber Crime KPAI Tahun 2011-2018 mengalami kenaikan," ujarnya.

Ilustrasi anak bermain ponsel. Fiona Goodall/Getty Images

Menurutnya, jenis aduannya berupa anak korban kejahatan seksual online, anak pelaku kejahatan online, anak korban pornografi di medsos, anak pelaku kepemilikan media pornografi, dan anak pelaku bullying di medsos. Ia menyebutkan jumlah total pengaduan kasus pornografi dan cybercrime 2014 sebanyak 322 kasus, 2015 ada 463 kasus, 2016 meningkat 587 kasus, 2017 menjadi 608 kasus dan tahun 2018 naik menjadi 679 kasus.

"Sedangkan, untuk kasus anak korban anak di medsos tahun 2014 ada 134 kasus. Tentunya, kita mewaspadai ancaman adanya kasus pornografi melalui medsos dan cybercrime," jelasnya.

Ia menambahkan, bentuk pengaduan kejahatan siber seperti pelaku video pornografi, sexting (chat bermuatan konten pornografi), terlibat dalam grup-grup pornografi, grooming (proses untuk membangun komunikasi dengan seorang anak melalui internet dengan tujuan memikat, memanipulasi, atau menghasut anak tersebut agar terlibat dalam aktivitas seksual).

Selain itu, ada juga sextortion (pacaran online berujung pemerasan), cyber bully, perjudian online,video live streaming dan trafficking, serta penipuan online.

"Dengan adanya kasus ini adalah tantangan bagi orang tua dalam mendidik anaknya di tengah deras dan cepatnya perkembangan teknologi melalui internet. Untuk itu, perlu adanya kewaspadaan pada orang tua dalam melindungi anak-anak," katanya.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."