Sebab Rasa Marah Bisa Merusak Tubuh

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yayuk Widiyarti

google-image
Ilustrasi perempuan marah. Shutterstock

Ilustrasi perempuan marah. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Puasa, termasuk saat Ramadan, mengharuskan kita membiasakan diri menahan segala hawa nafsu, di antaranya amarah. Agama Islam mengajarkan percuma saja puasa jika hanya mendapatkan rasa lapar dan haus.

Buat yang tinggal di kota besar, terutama Jakarta, pasti tidak gampang menahan amarah setiap hari, sejak berangkat ke kantor, selama bekerja di kantor, sampai kembali perjalanan pulang, apalagi yang menyetir mobil sendiri dan melihat ulah para supir angkutan umum dan pengendara sepeda motor yang ugal-ugalan.

Artikel lain:

4 Cara Meredam Rasa Kesal dan Marah

Sebelum tahu bagaimana mengatasinya, ada baiknya mengetahui bahwa rasa marah dari yang ringan hingga berat meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. Bahkan efek marah kadang-kadang merusak. Orang yang terbiasa berkeringat seringkali menderita masalah fisik, seperti infeksi perut dan serangan jantung.

Sebuah studi yang dilakukan John Hopkins University terhadap lebih dari 1.000 dokter melaporkan dokter muda yang cepat memberikan reaksi terhadap stres dengan kemarahan punya risiko lima kali lebih besar terkena serangan jantung daripada koleganya yang lebih kalem walaupun tidak ada sejarah medis dari keluarga mereka yang menderita sakit jantung.

Kemarahan memang bisa merusak tubuh. Lalu bagaimana mengatasinya? Mengingat sikap dan tindakan agresi (termasuk marah) sebenarnya reaksi alami terhadap ancaman, harus diingat marah boleh-boleh saja asal sesuai porsi. Kemarahan berlebihan bisa berbahaya. Menemukan respon yang pas itulah yang penting. Mana yang lebih sehat, mengekspresikan atau menahan kemarahan?

Sebagian orang memilih untuk memfokuskan diri pada hal-hal positif daripada memikirkan hal-hal yang memicu amarah. Tujuannya, mengarahkan kembali emosi ke arah perilaku yang lebih konstruktif. Meski membantu, pendekatan ini masih mengandung bahaya. Pengarahan kembali bisa menjadi salah satu bentuk penahanan diri.

Jika kemarahan tetap menjadi satu kekuatan tersembunyi, masih ada kemungkinan munculnya konsekuensi yang lebih serius seperti depresi. Terlebih kemarahan yang ditahan bisa mengarah pada perbuatan pasif agresif, misalnya keinginan untuk menyingkirkan orang lain secara tidak langsung.

Artikel lain:

Coba Redakan Emosi Saat Kesal dan Marah dengan Cara Mudah Ini

Kalau Anda tergolong orang semacam itu, mengekspresikan kemarahan tampaknya menjadi langkah paling tepat. Kunci keberhasilan mengekspresikan emosi terletak pada sikap asertif. Menjelaskan kebutuhan apa yang harus dipenuhi tanpa menyakiti orang lain menjadi cara sehat untuk mengatasi kemarahan.

"Hubungan seperti apa yang Anda inginkan dengan orang lain?" kata Michael Schulman Ph.D., psikolog klinis yang mengkhususkan diri mendalami kemarahan di New York, Amerika Serikat

"Perjelas bagaimana Anda ingin berinteraksi dengan orang lain. Sekali tahu, Anda bisa mundur sejenak dan berhitung sampai 10," tambahnya. Maksudnya, begitu tahu apa yang Anda inginkan, cobalah melakukan introspeksi sebelum memulai suatu tindakan yang baru.

Ada sejumlah cara untuk menjaga kemarahan tetap terkendali. Mengarahkan emosi ke arah yang positif dan konstruktif bisa dipelajari. Relaksasi bisa membantu meringankan emosi. Cobalah metode berikut:
- Teknik olah nafas, misalnya meditasi.
- Berlatih olah tubuh seperti yoga.
- Membayangkan pengalaman yang membuat santai, misalnya jalan-jalan di sepanjang pantai.
- Mengulangi kalimat "Tenang, tenang," juga bisa membantu.

AURA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."